NIKMATNYA PERASAAN ROHANI
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M
Kata
“puasa” atau “shiam” dalam bahasa Al-Quran artinya “menahan diri”.
Al-Quran
ketika menetapkan kewajiban puasa tidak menegaskan bahwa kewajiban itu datangnya
dari Allah.
Tetapi
redaksi yang dipakai dalam bentuk pasif.
Yaitu
”Diwajibkan atas kamu berpuasa”.
Al-Quran surah Al-Baqarah (surah ke-2) ayat 183.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ
عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai orang-orang beriman, diwajibkan atas
kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.
Agaknya,
redaksi itu sengaja dipilih untuk mengisyaratkan kewajiban berpuasa tidak harus
datangnya dari Allah.
Tetapi
manusiaitu sendiri akan mewajibkan dirinya sendiri berpuasa jika menyadari betapa
banyaknya manfaat berpuasa.
Manusia
diciptakan oleh Allah dari unsur tanah dan roh AIlah.
Unsur
tanah mendorongnya memenuhi kebutuhan jasmani.
Roh
Allah mengantarkan manusia kepada hal bersifat
rohaniah.
Kebutuhan
jasmani manusia, terutama “fa'ali” (makan, minum dan hubungan seksual) menempati
posisi teratas dari segala macam kebutuhan manusia.
Dan daya
tarik makan, minum, dan hubungan seks sangat kuat sehingga sering menjerumuskan.
Orang
yang mampu mengendalikan kebutuhan dasarnya, diharapkan mampu mengontrol dirinya
dari kebutuhan nafsu lainnya.
Mudah
dipahami bahwa syarat sahnya puasa dalam ajaran Islam adalah “menahan diri dari
makan, minum dan hubungan seksual”.
Naluri
hewa secara alami telah mengatur jenis, kadar, waktu makan, waktu tidur dan hubungan
seksualnya.
Naluri
manusia tidak seperti binatang.
Manusia
memperoleh kebebasan yang dapat menguntungkan atau malah membahayakan manusia sendiri.
Agama
datang untuk mengatur kebebasan manusia dalam mengendalikan nafsunya.
Kenyataan
menunjukkan manusia yang mengosumsi makanan melebihi kebutuhan jasmaninya, dia tidak
dapat menikmati makanan dan minumannya.
Yang
akan mengurangi aktivitas dan menjadikannya lesu sepanjang hari.
Naluri
hubungan seksual dan kebutuhan nafsu lainnya jika diikuti tidak akan pernah terpuaskan.
Seperti
perasaan gatal (eksim), semakin digaruk semakin tidak menyembuhkan bahkan menimbulkan infeksi.
Manusia
perlu obat mujarab sebagai latihan mengendalikan kebutuhan nafsunya.
Salah
satu obat yang ditempuh oleh agama untuk mengendalian nafsu adalah syariat berpuasa.
Nabi
Muhammad bersabda,
”Ada
2 kenikmatan yang diperoleh oleh orang berpuasa.
Yaitu
kenikmatan pada waktu berbuka dan kenikmatan kelak ketika berjumpa dengan
Allah”.
Besarnya kenikmatan rohani melebihi kenikmatan
jasmani.
Kenikmatan
rohani dalam berpuasa hanya dapat dirasakan oleh yang mengalaminya sendiri.
Sungguh
disayangkan jika ada orang yang tidak pernah merasakan kenikmatan berpuasa karena
tidak pernah mencobanya.
Daftar Pustaka
1.
Shihab,
M.Quraish. Lentera Hati. Kisahdan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.
2.
Shihab,
M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat.
Penerbit Mizan, 2009.
3.
Shihab,
M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4.
Al-Quran
Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5.
Tafsirq.com
online
0 comments:
Post a Comment