Oleh: Drs. H. Yusron Hadi, M.M.
Kesimpulan terakhir tentang pengertian
riba pada masa turunnya Al-Quran.
Yaitu kelebihan yang dipungut bersama
jumlah utang mengandung unsur penganiayaan dan penindasan.
Bukan sekadar kelebihan atau penambahan
jumlah utang.
Kesimpulan di atas diperkuat dengan praktik
Nabi Muhammad.
Rasululullah membayar utangnya.
Dengan memberi penambahan atau memberi
nilai lebih.
Sahabat Nabi, Abu Hurairah,
memberitahukan.
Rasulullah pernah pinjam seekor unta
dengan usia tertentu kepada seseorang.
Kemudian orang itu datang kepada Nabi
untuk menagihnya.
Nabi mencari unta yang sesuai umurnya
dengan unta yang dipinjamnya.
Tetapi Nabi tidak menemukan unta
yang umurnya sama.
Kemudian Nabi memerintahkan untuk memberi
unta lebih tua kepada orang yang meminjamkan.
Nabi memberi unta lebih tua untuk membayar
utangnya.
Artinya Nabi membayar utangnya lebih
tinggi dibanding harga pinjamannya.
Berarti Nabi mengembalikan utangnya dengan
memberi unta lebih mahal dibanding utangnya.
Nabi memberi unta lebih bagus sambil
bersabda,
“Inna khayrakum ahsanukum qadha’an”.
Artinya “Sebaik-baik kalian adalah orang
yang sebaik-baiknya membayar utang”.
Jabir sahabat Nabi, juga Hadis Bukhari dan Muslim meriwayatkan.
Jabir pernah memberi utang kepada Nabi.
Ketika Jabir mendatangi Nabi.
Maka utang Jabir dikembalikan dan Nabi
memberi kelebihan.
Memang ada riwayat yang menyatakan.
Bahwa “kullu qardinjarra manfa'atan fahuwa
haram” .
Artinya “Setiap piutang yang menarik
atau menghasilkan manfaat adalah haram”.
Tetapi hadis ini dinilai sebagai hadis
yang tidak sahih.
Sehingga tidak bisa dijadikan dasar hukum.
Syekh Muhammad Rasyid Ridha dalamTafsir
Al-Manar.
Setelah menjelaskan arti riba yang
dimaksud dalam Al-Quran menjelaskan.
“Tidak termasuk dalam pengertian riba.
Jika orang memberi kepada orang lain
harta atau uang.
Untuk diinvestasikan sambil menetapkan
baginya dari hasil usaha itu dalam kadar tertentu.
Karena transaksi ini menguntungkan pengelola
dan pemilik harta.
Riba yang diharamkan adalah yang merugikan
salah satu pihak karena terpaksa.
Dan menguntungkan pihak lain yang
serakah dan tamak.
Dengan demikian, tidak mungkin ketetapan
hukumnya sama dalam pandangan Allah Yang Maha Adil.
Dan dalam pandangan orang berakal yang
berlaku adil.”
Daftar Pustaka
1.
Shihab,
M.Quraish. Lentera Hati. Kisahdan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.
2.
Shihab,
M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
3.
Al-Quran
Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2

0 comments:
Post a Comment