HADIS DAIF
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang beramal dengan hadis
daif (lemah)?” Syekh Abdul Somad, Lc. M.A. menjelaskannya.
1. Hadis adalah segala perkataan (sabda),
perilaku, ketetapan dan persetujuan dari Nabi Muhammad yang dijadikan ketetapan
dan hukum agama Islam.
2. Secara umum pengertian hadis Nabi adalah
segala sesuatu yang dikatakan dan dilakukan oleh Nabi, perkataan atau perilaku sahabat
yang disetujui, didiamkan, dilarang, atau dikomentari negatif oleh Nabi
Muhammad.
3. Hadis mutawatir adalah hadis yang
diriwayatkan oleh banyak orang dengan banyak
sanad dan banyak sumber, sehingga tidak mungkin mereka bersepakat untuk
berdusta.
4. Hadis sahih adalah hadis yang bersambung
sanadnya yang diriwayatkan oleh orang yang adil, kuat ingatannya, tidak
bertentangan dengan hadis lain yang lebih sahih, dan tidak cacat.
5. Hadis hasan adalah hadis yang banyak
sumbernya atau jalannya dan di kalangan perawinya tidak ada yang diduga pendusta
dan tidak cacat.
6. Hadits daif (lemah) adalah hadis yang terputus
dan tidak bersambung sanadnya dan diriwayatkan oleh orang yang tidak adil dan orang
yang cacat.
7. Imam Suyuthi berpendapat bahwa boleh meriwayatkan
dan mengamalkan hadis daif (lemah), dengan syarat berikut.
a. Ke-1, bukan pada masalah akidah serta tentang
sifat Allah, bukan hal yang boleh dan mustahil bagi Allah.
b. Ke-2, dibolehkan pada kisah teladan,
inspiratif, keutamaan amal, nasihat, dan bukan bukan pada hukum halal dan
haram.
c. Ke-3, hadis yang tidak terlalu daif,
perawinya bukan “kadzdzab” (pendusta), dan bukan tertuduh sebagai pendusta, atau
terlalu banyak kekeliruan dalam periwayatan.
d. Ke-4, bernaung di bawah hadis sahih.
e. Ke-5, tidak diyakini sebagai suatu
ketetapan, hanya sebagai bentuk kehati-hatian saja.
8. Contoh hadis daif yang boleh diamalkan,
yaitu hadis tentang doa buka puasa.
9. Mu’adz bin Zuhrah berkata ketika berbuka
Rasulullah berdoa,”Ya Allah untuk-Mu puasaku dan atas rezeki-Mu aku berbuka”.
اَللّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ
أَفْطَرْتُ
Ya Allah untuk-Mu puasaku dan
atas rezeki-Mu aku berbuka.
10. Syekh Ibnu ‘Utsaimin membolehkan membaca
doa yang didaifkan oleh Syekh Albani, “Sesungguhnya waktu berbuka adalah waktu
terkabulnya doa, karena waktu berbuka itu waktu akhir ibadah, karena biasanya
manusia dalam keadaan sangat lemah ketika akan berbuka, setiap kali manusia
dalam keadaan jiwa yang lemah,
hati yang lembut, maka lebih dekat kepada penyerahan diri kepada Allah.’
11. Doa berbuka puasa yang ma’tsur adalah, ““Allahumma
laka shumtu wa ‘ala rizqika afthartu”.
اَللّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ
أَفْطَرْتُ
Ya Allah, untuk-Mu aku berpuasa
dan atas rezeki-Mu aku berbuka.
12. Nabi Muhammad bersabda,”“Dzahaba azh-Zhama’u wabtallati
al-‘Uruqu wa tsabata al-Ajru insya Allah.”
ذَهَبَ الظَّمَـأُ،
وابْــتَلَّتِ العُرُوقُ، وثَــبَتَ الأَجْرُإِن شَاءَ اللهُ
Dahaga telah pergi, urat-urat
telah basah dan balasan telah ditetapkan insya Allah.
Daftar Pustaka
1. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 77
Tanya-Jawab Seputar Salat, 2017.
2. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 99
Tanya-Jawab Seputar Salat, 2017.
3. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 37
Tanya-Jawab Masalah Populer, 2017.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital
Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online
0 comments:
Post a Comment