OLAH RAGA CUMA LAWAN SAAT TANDING
SAJA
Oleh: Drs. HM. Yusron Hadi,
M.M.
Rivalitas.
Ada Ruangnya dan Ada
Waktunya.
Rivalitas itu sementara.
Rivalitas bukan dendam.
Bagi pelaku olahraga.
Atau bagi orang yang pahami.
Seteruan tidak kekal.
Sehebat dan setajam apa pun
persaingan.
Hanya di ruang sempit,
yaitu:
1. Ring
tinju.
2. Lapangan
sepakbola.
3. Lapangan
bulutangkis.
4. Dan lainnya.
Ruang yang sempit itu.
Bukan ruang hidup.
Yang sangat luas ini.
Demikian pula waktunya.
Punya waktu tertentu.
Tidak di sembarang waktu.
Terbatas hanya sampai waktu
yang ditentukan.
Main sepak bola.
Hanya sampai 2x45 menit.
Ditambah sesuai aturan.
Dan batasan yang ditetapkan.
Tidak lebih.
Dan tidak terus-menerus.
Kita saksikan seusai
pertarungan kelas atas .
Liga inggris Minggu lalu.
Saat Manchester City
menjamu Liverpool.
Gambar dan foto.
Yang kita lihat.
Membawa pesan jelas.
Bahwa mereka hanya musuh.
Saat main di lapangan saja.
Dan dibatasi waktu
tertentu.
Seusai pertarungan.
Mereka kembali bersahabat.
Saling hormat.
Dan saling menghargai.
Begitulah rivalitas sesungguhnya.
Dibatasi ruang dan waktu.
Pep Guardiola hadir di EPL.
Tahun 2016.
Dia memegang Manchester
City.
Punya pesaing tangguh di
EPL.
Yaitu Jurgen Klopp.
Pelatih Liverpool.
Tim dan 2 tokoh ini
Bisorot dan dibahas media.
Dalam waktu 6 tahun
terakhir.
Ketika memmahas persaingan
kompetisi di EPL.
Dalam beberapa kesempatan.
Pep Guardiola dengan kesan bagus
bilang.
“Jurgen Klopp pelatih yang
bagus.
Dia membuat saya terus belajar.
Agar menjadi pelatih lebih baik.”
Karena persaingan kami.
Dari persaingan keras.
Pep dan Klopp sama-sama
belajar.
Sama-sama berusaha menjadi terbaik.
Mungkin ini pula yang
pernah terjadi.
Saat persaingan.
Alex Ferguson dan Arsene
Wenger.
Sekitar 15 tahun lalu.
"Saya sangat respek
pada Jurgen Klopp.
Dia membuat saya menjadi manajer
yang baik.
Kami tidak berteman.
Kami juga tidak pernah
makan siang bersama.
Saya punya nomor HP-nya.
Tapi saya tidak pernah
menelponnya" ujar Pep Guardiola.
Hal itu gambaran orang sering
bertemu.
Bersaing keras.
Untuk berebut sesuatu.
Tapi tidak pernah saling
menyakiti.
Secara pisik.
Tidak saling menyakiti.
Secara bahasa.
Bahkan malah saling memuji.
Jurgen Klopp sering memuji
Pep.
Sebagai salah satu manajer
sepakbola.
Yang terbaik di dunia.
"Karena persaingan
kami.
Mungkin saya selalu ada di pikiran
Pep.
Tiap hari," kata Klopp
suatu saat.
Ini rivalitas.
Persaingan keras.
Tapi tidak pernah saling
menyakiti.
Dalam bentuk apa pun.
Kita belajar professional.
Dari 2 tokoh ini.
"Jika saya pensiun
kelak.
Saya ingin mengundang
Jurgen Klopp makan malam," kata Pep Guardiola dengan tersenyum.
Di Eropa atau Amerika.
Orang mengundang makan
malam.
Hanya pada seseorang.
Yang memang special.
Dan sangat akrab.
Secara emisonal.
Di tengah kemegahan Etihad.
Tertangkap kamera.
Van Dijk bincang akrab dengan Kevin De Bruyn.
Apa yang mereka obrolkan
seakrab itu.
Ternyata para jurnalis pun
penasaran.
De Bruyn bilang yang
kira-kira begini,
"Kami sering bertemu
dan ngobrol.
Karena anak kami bersekolah.
Di tempat sama.
Jadi kami sering berbincang
sebagai teman".
Banyak hal dalam hidup.
Yang bisa jadi renungan.
Bahwa sekeras apa pun.
Kita bersaing dengan orang
lain.
Sikap dan pola pikir kita.
Harus tetap harus terjaga baik.
Jangan dikotori hal buruk.
Bahwa di luar lapangan.
Mungkin mereka berteman
baik.
Begitulah rivalitas sepak bola
di Eropa.
Yang sering kita lihat di
layar kaca.
Sering membuat kita kagum.
Tak ada dendam.
Tak ada saling pukul anarkis.
Tak ada tawuran.
Hanya karena tim yang
dibelanya kalah.
Semua rivalitas ada ruangnya.
Ada waktunya.
Setelah pertarungan.
Mereka saling hormat.
Satu sama lain.
(Sumber KoezArraihan)





0 comments:
Post a Comment