NIKAH
MUT’AH KAWIN KONTRAK SAAT PERANG ZAMAN NABI
Oleh:
Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.
Nikah mut’ah
atau kawin kontrak.
Yaitu perkawinan
suami dan isteri.
Dalam waktu
tertentu.
Al-Quran
surah An-Nisa (surah ke-4) ayat 24.
۞ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ النِّسَاءِ إِلَّا
مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۖ كِتَابَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ ۚ وَأُحِلَّ لَكُمْ مَا وَرَاءَ
ذَٰلِكُمْ أَنْ تَبْتَغُوا بِأَمْوَالِكُمْ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ ۚ فَمَا
اسْتَمْتَعْتُمْ بِهِ مِنْهُنَّ فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ فَرِيضَةً ۚ وَلَا جُنَاحَ
عَلَيْكُمْ فِيمَا تَرَاضَيْتُمْ بِهِ مِنْ بَعْدِ الْفَرِيضَةِ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ
عَلِيمًا حَكِيمًا
Dan (diharamkan juga kamu mengawini)
wanita bersuami, kecuali budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum)
sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagimu selain demikian (yaitu) mencari
isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan
berzina. Maka isteri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka,
berikan kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan
tidak mengapa bagimu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya,
sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana.
Al-Quran
surah Al-Baqarah (surah ke-2) ayat 236.
لَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِنْ طَلَّقْتُمُ
النِّسَاءَ مَا لَمْ تَمَسُّوهُنَّ أَوْ تَفْرِضُوا لَهُنَّ فَرِيضَةً ۚ وَمَتِّعُوهُنَّ
عَلَى الْمُوسِعِ قَدَرُهُ وَعَلَى الْمُقْتِرِ قَدَرُهُ مَتَاعًا بِالْمَعْرُوفِ ۖ
حَقًّا عَلَى الْمُحْسِنِينَ
Tidak
ada kewajiban membayar (mahar) atasmu, jika kamu menceraikan isterimu sebelum
kamu bercampur dengan mereka dan sebelum kamu menentukan maharnya. Hendaklah
kamu memberikan suatu mut’ah (pemberian) kepada mereka. Orang yang mampu
menurut kemampuannya dan orang yang miskin menurut kemampuannya (pula), yaitu
pemberian menurut yang patut. Yang demikian itu merupakan ketentuan bagi
orang-orang yang berbuat kebajikan.
Al-Quran
surah Al-Baqarah (surah ke-2) ayat 241.
وَلِلْمُطَلَّقَاتِ مَتَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ
ۖ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِينَ
Kepada wanita yang diceraikan (hendaklah
diberikan oleh suaminya) mut`ah menurut yang makruf, sebagai suatu kewajiban
bagi orang takwa.
Al-Quran
surah Al-Ahzab (surah ke-33) ayat 28.
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ
إِنْ كُنْتُنَّ تُرِدْنَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا فَتَعَالَيْنَ أُمَتِّعْكُنَّ
وَأُسَرِّحْكُنَّ سَرَاحًا جَمِيلًا
Hai Nabi, katakan kepada isterimu: ”Jika
kamu sekalian ingin kehidupan dunia dan perhiasannya, maka mari kuberikan
kepadamu mut`ah dan aku ceraikan kamu dengan cara baik.”
Al-Quran
surah A-Ahzab (surah ke-33) ayat 49.
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نَكَحْتُمُ الْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِنْ قَبْلِ
أَنْ تَمَسُّوهُنَّ فَمَا لَكُمْ عَلَيْهِنَّ مِنْ عِدَّةٍ تَعْتَدُّونَهَا ۖ فَمَتِّعُوهُنَّ
وَسَرِّحُوهُنَّ سَرَاحًا جَمِيلًا
Hai orang-orang beriman, apabila kamu menikahi
perempuan beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya
maka sekali-kali tidak wajib atas mereka 'iddah bagimu yang kamu minta
menyempurnakannya, Maka beri mereka mut`ah dan lepaskan mereka dengan cara sebaik-baiknya.
Al-Quran
surah Al-Maarij (surah ke-70) ayat 29-31.
وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ
حَافِظُونَ
إِلَّا عَلَىٰ أَزْوَاجِهِمْ أَوْ
مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ
فَمَنِ ابْتَغَىٰ وَرَاءَ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ
هُمُ الْعَادُونَ
Dan
orang-orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap isteri mereka atau
budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tidak tercela.
Barang siapa mencari di balik itu, maka mereka orang melampaui batas.
Rasulullah
bersabda,
“Wahai
manusia, aku pernah membolehkan kamu melakukan (nikah) mut’ah dengan wanita.
Kemudian
Allah telah mengharamkan hal itu sampai hari kiamat.
Oleh
karena itu, jika masih ada yang memiliki wanita yang diperoleh melalui jalan
mut’ah maka hendaklah ia melepaskannya dan kamu jangan mengambil sedikit pun
dari apa yang telah kamu berikan kepada mereka.”
(HR
Muslim)
Sahabat
berkata,
“Rasulullah
pernah memberikan keringanan (rukhsah) pada tahun Autas (Perang Hunain).
Untuk
nikah mut’ah selama 3 hari.
Kemudian
beliau melarangnya”.
(HR
Muslim)
Ibnu
Abbas berkata,
”Sesungguhnya
Rasulullah melarang nikah mut’ah dan makan daging keledai pada masa Perang `Khaibar”.
(HR Muslim)
Sabroh
berkata,
”Kami
berperang dan menetap selama 30 hari.
Awalnya
Rasulullah mengizinkan kami untuk
melakukan nikah mut’ah (kawin kontrak) dengan wanita setempat.
Kemudian
aku melakukan nikah mut’ah (kawin kontrak) dengan seorang gadis.
Ketika
kami keluar Mekah, maka Rasulullah melarang nikah mut’ah.
(HR
Muslim).
Nikah
mut’ah (kawin kontrak) pernah dilakukan para sahabat.
Saat di
medan perang.
Pada
zaman perang.
Mayoritas
tentara Islam.
Para pemuda
lajang tidak sempat menikah.
Sebagai
manusia biasa dan lelaki yang normal.
Dengan
semangat perang jihad di padang pasir.
Untuk
mempertahankan syiar Islam.
Tetapi
gelora birahi mereka ikut gejolak.
Menuntut
segera dipenuhi.
Tentara
Islam mencoba menahan goncangan syahwat dengan berpuasa.
Padahal
mereka harus melakukan kontak senjata dengan tentara musuh.
Puasa
bukan solusi efektif.
Karena
fisik jadi lemah.
Kondisi
ini ide boleh nikah mut’ah.
Masyhur
disebut kawin kontrak.
Karena
kondisi darurat.
Pada
zaman perang.
Rasulullah
mengizinkan tentara Islam.
Terpisah
jauh dari istrinya .
Untuk nikah
mut’ah (kawin kontrak).
Daripada
menyimpang.
Rasulullah
beri keringanan.
Tentara
Islam nikah mut’ah (kawin kontrak) dengan wanita setempat.
Selama
bertarung nyawa.
Berperang
membela Islam.
Nabi Muhammad
mengharamkan nikah mut’ah (kawin kontrak).
Ketika
pembebasan kota Mekah.
Pada
tahun ke-8 Hijriah.
Atau 630
Maseh).
Daftar
Pustaka.
1.
Hatta, DR. Ahmad. Tafsir Quran Per Kata,
Dilengkapi dengan Asbabun Nuzul dan Terjemah. Penerbit Pustaka Maghfirah,
Jakarta 2011.
2.
Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital
Qur’an Ver 3.2.
3.
Tafsirq.com online.
0 comments:
Post a Comment