ISLAM AGAMA YANG MENCERAHKAN
Oleh: Drs. H. M.
Yusron Hadi, M.M
Islam agama yang
mencerahkan kehidupan.
Islam sebagai “din
al-tanwir”.
Artinya dengan Islam, tiap
muslim menjadi cerah hati, pikiran, sikap, dan tindakannya.
Tiap muslim wajib berbuat
baik, benar, cinta kasih, dan damai.
Yaitu ucapannya sejalan
tindakannya.
Menebar kesalehan bagi
diri, keluarga, masyarakat, bangsa, dan kemanusiaan universal.
Islam mengajar bekerja
sama dalam kebaikan dan ketakwaan.
Tapi, jangan bekerja sama
dalam dosa dan keburukan.
Muslim yang tercerahkan ajaran Islam tidak mudah marah, buruk
ujaran, iri, dengki.
Hasud, dendam, congkak, menebar permusuhan, dan segala perangai buruk
lainnya.
Islam tidak hanya dijadikan pengetahuan, ujaran, dan kebanggaan
simbol.
Tapi terlihat dalam perbuatan nyata.
Yang serba baik dan menjauhi yang serba buruk.
Muslim yang tercerahkan suka beramal saleh, amar makruf, dan
nahi munkar.
Dalam melakukan nahi munkar tidak memakai cara mungkar.
Tapi dengan cara makruf.
Islam yang mencerahkan dalam realitas kehidupan pemeluknya perlu
konsisten.
Termasuk dalam berpolitik.
Dalam praktik berpolitik.
Islam sering tidak menjadi rujukan nilai moral.
Karena mengutamakan pragmatis dan oportunis politik.
Dalam ucapan, retorika, dan pidato sebagian tokoh politisi
muslim.
Mereka sangat fasih atas nama Islam dan umat Islam.
Tetapi dalam sikap dan tindakannya.
Ternyata sangat jauh panggang dari api.
Islam dan umat sering hanya menjadi atas nama saja.
Bukan terbukti dalam perilaku nyata.
Umar bin Khattab sangat dikenal keras, tegas, dan perkasa.
Umar bin Khattab berkata,
“Janganlah kamu berprasangka terhadap perkataan saudaramu mukmin,
kecuali dengan persangkaan yang baik.”
Umar bin Khattab gagah dan digdaya dalam karakter tokoh hebat.
Terbukti sosok moralis menjunjung tinggi kebajikan.
Dalam berpolitik Khalifah Umar bin Khattab menjujung tinggi etika.
Anaknya memang hebat.
Yakni Abdullah bin Umar masuk dalam 6 anggota formatur pemilihan
khalifah sesudahnya.
Umar bin Khattab mensyaratkan.
Abdullah bin Umar bin Khattab boleh punya hak pilih.
Tetapi dilarang dipilih.
Sehingga Abdullah bin Umar bin Khattab tidak punya peluang menjadi khalifah.
Umar bin Khttab jauh dari politik dinasti.
Sebagai bukti sikap etik dan negarawan autentik.
Islam bukan hanya berhenti di lisan dan pengetahuan saja.
Tetapi benar-benar dipahami, dihayati, dan dipraktikkan dalam berpolitik.
Yang mencerdaskan dan mencerahkan.
Agama dan politik sesungguhnya bisa harmoni.
Dan bisa pula kontradiksi.
Seperti hubungan antara
“al-din wa al-dunya”.
Atau agama dan dunia.
Agama dan dunia bisa
harmoni, tapi bisa kontradiksi.
Agama berkaitan dengan nilai luhur dan suci.
Seperti nilai iman, ibadah, amanah, adil, amal saleh, ihsan.
Dan nilai utama lainnya.
Dari transenden (ilahi) hingga imanen (insani-duniawi).
Politik juga punya nilai berharga.
Seperti keadilan, kebajikan publik, menjujung tinggi hak
asasi manusia.
Menjunjung tinggi hak rakyat, dan semacamnya.
Pada nilai luhur seperti itu.
Terjadi harmoni agama dan politik.
Tapi, sering nilai agama dan politik saling berbeda, menjauh,
dan bertabrakan.
Agama mengajarkan jujur, amanah, menepati janji, adil dan ihsan.
Tapi politik dalam praktiknya tidak jarang menunjukkan dusta, khianat,
dan ingkar janji.
Mementingkan kelompok sendiri sambil menegasikan pihak lain.
Dan hal yang tak terpuji lainnya.
Seperti politik uang, sogok, dan sejenisnya.
Agamanya mengajarkan mencari harta dan kedudukan secara halal
dan baik.
Tapi, dalam politik menghalalkan segala cara.
Termasuk korupsi, gratifikasi, upeti, dan semacamnya.
Hal negatif dalam praktik politik seperti itu.
Meskipun sering dibantah oleh pihak yang berkiprah dalam politik.
Tetapi kenyataan dunia politik sering menunjukkan politik pragmatis dan oportunistik.
Pragmatis dalam orientasi manfaatnya.
Dan oportunistik dalam orientasi kepentingannya.
Dalam kehidupan politik.
Selain harmoni antara keduanya.
Juga sering terjadi ketegangan nilai agama dan politik.
Misalnya, terjadinya Perang Jamal (Perang Unta) di Basra Irak.
Antara pasukan Siti Aisyah (istri Rasulullah) melawan pasukan
Zubair bin Awwam dan sahabat Nabi lainnya.
Yang memihak Ali bin Abi Thalib atas wafatnya Khalifah Usman bin
Affan.
Menunjukkan peliknya hubungan nilai agama dan politik.
Demikian pula dalam berbagai tragedi politik Islam lainnya.
Termasuk terkait wafatnya Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib,
Hussein, dan lainnya.
Politik, ekonomi, dan aspek muamalah lainnya pada dasarnya baik.
Menurut Ibnu Qayyum.
Politik ialah “aqrab ila
al-shalah wa ab’ad ‘an al-fasad”.
Yakni mendekatkan kepada segala yang baik.
Dan menjauhkan dari segala yang merusak.
Tetapi dalam kenyataannya.
Ada praktik “fasad” dalam politik dan kehidupan dunia lainnya.
Seperti menipu, berbohong, dan memakai segala cara yang tak
halal.
Dalam ketegangan nilai seperti itu.
Maka tergantung konsisten rujukan nilai tiap tindakan politik.
Sekaligus pelakunya dalam berpolitik.
Faktor sistem dan kontrol publik juga menentukan aktualisasi nilai
politik.
Politik sebagai bagian muamalah duniawi pada dasarnya boleh.
Selain hal yang dilarang.
Artinya, di satu pihak diberi keleluasaan.
Tetapi dilarang serba bebas tanpa dasar nilai ajaran Islam.
Nilai yang diperintahkan dan dianjurkan dalam Islam harus
dijalankan dalam politik.
Dan sebaliknya, hal yang dilarang harus dihindarkan.
Tentu ada nilai politik ranah ijtihad.
Karena menyangkut urusan muamalah duniawi.
Jika ingin ajaran Islam
mewujud dalam tindakan nyata.
Serta mencerahkan diri
dan lingkungannya.
Maka penting adanya
proses spiritualisasi ihsan dalam beragama.
Islam tidak
digelorakan dalam semarak ritual ibadah serbaverbal.
Dan berhenti pada
ranah syariat.
Tetapi mesti
menghunjam dalam kesadaran imani.
Yang membuahkan
kebajikan perilaku yang melampaui.
Keislaman bukan berhenti dalam atribut pakaian
serba putih.
Yang tampak disakralkan
dari luar.
Ritual ibadah
seremoni, fasih berdalil kitab suci, dan sederat formalitas syariat luar.
Islam justru harus
dijadikan model perilaku aktual yang serba bajik.
Seperti rujukan akhlak
Nabi dan para sahabat mulia.
Yang membuktikan kata
sejalan dengan tindakannya.
Itu akhlak uswah
hasanah.
Rasulullah ditanya amalan
paling banyak mengantarkan manusia masuk surga.
Rasulullah bersabda,
“Yaitu bertakwa kepada
Allah dan berakhlak mulia.”
Rasulullah bersabda,’
“Orang paling dibenci
Allah ialah yang saling bermusuhan dengan keji dan kejam.”
Betapa penting dan
menentukan ajaran tentang akhlak mulia atau al-akhlaq al-karimah dalam
Islam, yang berwujud budi luhur dalam ujaran, sikap, dan perbuatan.
Rasulullah
bersabda,
“Jika kamu tidak punya
malu, maka berbuatlah sekehendakmu.”
Rasulullah bersabda,
“Sejatinya malu dan
iman berada dalam satu wadah.
Jika yang satu dicabut,
maka yang lain ikut tercabut”.
Al-Quran surah Al-A’raf
(surah ke-7) ayat 179.
وَلَقَدْ
ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ ۖ لَهُمْ قُلُوبٌ لَا
يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَا
يَسْمَعُونَ بِهَا ۚ أُولَٰئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ ۚ أُولَٰئِكَ
هُمُ الْغَافِلُونَ
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahanam) kebanyakan
jin dan manusia, mereka punya hati, tetapi tidak digunakan untuk memahami
(ayat-ayat Allah) dan mereka punya mata (tetapi) tidak digunakan untuk melihat
(tanda kekuasaan Allah), dan mereka punya telinga (tetapi) tidak digunakan
untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan
mereka lebih sesat lagi. Mereka orang yang lalai.
Jika orang beriman hilang
rasa malunya dan berbuat sekehendaknya.
Maka dia buta tuli
terhadap kebenaran dan kepatutan.
Sebaliknya yang mekar
dalam dirinya ialah dusta, pura-pura, dan omong besar.
Tapi tanpa tindakan
nyata.
Dia merasa paling
kuasa, dan sewenang-wenang.
(Sumber suara.muhammadiyah)

0 comments:
Post a Comment