Wednesday, May 25, 2022

13292. KENAPA WANITA BUSANA SEKSI DICAP LEBIH NAKAL

 

 


 

KENAPA WANITA BUSANA SEKSI DICAP LEBIH NAKAL

Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

 

 

Cara pakaian.

Bisa mempengaruhi persepsi orang yang melihatnya.

 

Pakaian punya kekuatan.

Memengaruhi persepsi orang yang memandangnya.

 

Istilah:

 “Jangan menilai buku dari sampulnya”.

 

Tak berlaku untuk psikologi pakaian.

 

Cara mudah menilai orang.

Yaitu  dari busananya.

 

Bahkan profesi dan jabatan tertentu.

 

Sengaja menyematkan pakaian khusus.

Sebagai tanda identitasnya.

 

Contohnya.

Aparat penegak hukum.

 

Cenderung seragam warna gelap, yaitu:

1.        Hitam.

2.        Cokelat.

3.        Hijau.

 

Karena warna itu punya karakter kuat.

 

Leonard Bickman.

Peneliti Amerika menguji asumsi.

Soal patuh dan rasa hormat.

 

Kepada petugas berseragam.

Dalam masyarakat.

 

“Secara psikologis.

Seragam memengaruhi persepsi orang.

 

Masyarakat memandang orang berseragam sangat berbeda,” tulis Bickman.

 

Dalam laporan “The Social Power of a Uniform” yang dimuat Journal of Applied Social Psychology (1974).

 

Bickman membuat 3 model busana untuk diamati, yaitu:

 

1.        Busana kasual.

Representasi warga sipil.

 

2.        Busana pekerja.

Seperti tukang susu.

 

3.        Baju seragam abu-abu.

Seperti polisi.

 

Ketiga model diminta memberi perintah kepada sampel acak, untuk:

 

1.        Memungut kertas.

2.        Berderma kepada orang tak dikenal.

3.        Menjauh dari halte.

 

Secara umum.

Orang lebih patuh pada perintah.

Dari model berseragam mirip polisi.

 

Daripada warga sipil.

Atau tukang susu.

 

Studi itu menguatkan asumsi.

Bahwa pakaian punya dampak kuat.

Pada persepsi orang.

 

Pakaian ikut melambangkan otoritas, misalnya:

 

1.        Orang berseragam aparat.

2.        Para dokter dengan jas putih.

3.        Para hakim dengan jubah hitam.

 

Dipandang berperilaku tertentu.

Dengan asumsi punya status pendidikan, ekonomi, dan status sosial berbeda.

 

Juga pakaian seksi atau tertutup.

 

“Wanita pakaian seksi punya stigma lebih ‘nakal’.

Daripada yang berpakaian tertutup,” tulis Kim Johnson.

 

Dalam studi “Dress, body and self: research in the social psychology of dress” (2014, PDF).

 

Bagaimana psikologi pakaian.

Pada kondisi kontradiktif?

 

Misalnya, terdakwa kejahatan.

Mendadak “tobat”.

 

Dengan memakai atribut agama.

Saat sidang.

 

Padahal sebelumnya.

Mereka tak pernah memakai atribut itu.

 

Saat sidang.

Tiba-tiba mereka berubah jadi “alim”.

 

Dengan mengenakan atribut, seperti:

1.        Kopiah.

2.        Jilbab.

3.        Cadar.

 

Mungkin dengan membangun citra baru.

Dengan ganti busana saat sidang.

 

Terdakwa bisa mengelabui public.

Atas kejahatannya.

 

Minimal menghadirkan citra baru.

Sebagai manusia berbenah diri.

 

Setelah mendapat “cobaan” dari Tuhan.

 

Dengan memakai busana agamis.

Biasanya warna putih atau terang.

 

Mereka ingin terlihat berubah sikap.

 Menjadi lebih baik.

 

Hampir semua kebudayaan.

Warna terang menggambarkan kebaikan.

Dan kelemahan.

 

Pada berbagai tes.

Warna terang memberi kesan:

1.        Positif.

2.        Menyenangkan.

3.        Kurang dominan.

 

Dalam studi “The Effects of Color on the Moods of College Students” (2014, PDF).

 

Para mahasiswa diberi pertanyaan.

Persepsi terhadap warna.

 

Hasilnya, warna terang.

Mendapat persepsi lebih positif.

Dibanding warna gelap.

 

Warna persepsi negatif, yaitu:

1.        Coklat (26 persen).

2.        Oranye (21 persen).

3.        Abu-abu (13 persen).

 

Tanggapan positif, yaitu warna:

1.        Biru muda (28 persen).

2.        Hijau (19 persen).

3.        Kuning (17 persen).

 

(Sumber detik)

0 comments:

Post a Comment