Thursday, April 1, 2021

9154. PERANG MU'TAH ANEH 3.000 ISLAM LAWAN 200.000 ROMAWI

 




PERANG MU’TAH ANEH 3.000 ISLAM LAWAN 200.000 ROMAWI

Drs. HM Yusron Hadi, MM

 

 

 

 

 

 

Perang Mu’tah, 3.000 Pasukan Nabi Melawan 200.000 Romawi.

 

Perang Mu’tah terjadi tahun ke-8 Hijriah (630 M).

 

 

 

Mu’tah adalah kawasan wilayah Syam dikuasai bangsa Romawi.

 

 

Lokasinya di timur sungai Yordan dan Karak.

 

 

 

Orang-orang Arab Syam yang Kristen berpihak kepada Romawi.

 

 

 

Perang Mu’tah dipicu pembunuhan utusan Rasulullah Harits bin ‘Umair.

 

 

Dia  mengirim surat kepada Gubernur Syam Hanits bin Abi Syamr Al-Ghassani tahun ke-8 H

 

 

Utusan Rasulullah dibunuh di sekitar Mu’tah oleh Syurahbil bin Amr al-Ghasani, pemimpin kabilah Ghasan sekutu Romawi.

 

 

Tahun sama, utusan Rasulullah kepada Banu Sulayman dan Dhat Talh juga dibunuh di Palestina.

 

 

 

Rasulullah mengirim pasukan Perang Mu’tah.

 

Dan menunjuk anak angkatnya (Zaid bin Haritsah) sebagai panglima.

 

 

 ”Jika Zaid gugur, panglima pasukan diganti Ja’far bin Abu Thalib.

 

 

 

Jika Ja’far bin Abu Thalib gugur, maka diganti Abdullah bin Rawahah,” pesan Nabi.

 

 

 

Pasukan muslim berjumlah 3.000 orang.

 

 

 

Sebelum berangkat, Abdullah bin Rawahah menghadap Rasulullah mengucapkan salam perpisahan.

 

 

 

Setelah pasukan perang Mu’tah siap peralatan dan logistik, mereka berbaris.

 

 

 

Keberangkatan pasukan dilepas Rasulullah dan semua warga Madinah.

 

 

 

Hingga ke gerbang kota dengan derai air mata dan ucapan perpisahan.

 

 

Panglima Zaid bin Haritsah berjalan memimpin di depan pasukannya.

 

 

AIR MATA PERPISAHAN

 

 

Abdullah bin Rawahah diberi ucapan selamat, ia menangis.

 

 

Para sahabat bertanya,

 

 

”Ya Ibnu Rawahah mengapa kamu menangis?”

 

 

Abdullah bin Rawahah menjawab,

 

 

”Demi Allah, aku menangis bukan karena kecintaanku pada dunia atau kerinduanku pada kalian.

 

 

 

Tapi karena aku pernah mendengar Rasulullah membaca al-Quran tentang neraka.

 

 

Aku tidak tahu seperti apa nasib diriku setelah kematian.”

 

 

 

Dan tidak ada seorang pun dari kalian, melainkan mendatangi neraka.

 

 

Hal ini bagi Tuhanmu adalah suatu kepastian yang sudah ditetapkan (Maryam: 71).

 

 

Warga berdoa,

 

 

”Semoga Allah melindungi dan mengembalikan kalian kepada kami dalam keadaan selamat.”

 

 

 

Abdullah bin Rawahah menjawab,

 

“Semoga damai tercurah kepada orang yang kutinggalkan di Madinah, sebaik-baik penjaga dan sahabat.

 

 

KEKUATAN PASUKAN TAK IMBANG

 

Pasukan Muslim menuju utara.

 

 

Mereka singgah di Ma’an, sudah masuk wilayah Syam.

 

 

Di tempat ini, Panglima Zaid menerima laporan dari mata-mata.

 

 

 

 Panglima Romawi Heraklius tiba di Ma’ab, daerah di Al-Balqa’.

 

 

 

Romawi membawa 100.000 tentara.

 

Dan 100.000 tentara sekutu dari Kabilah Lakhm, Judzam, al-Yaqin, Bahra’, dan Baly.

 

 

Yang dipimpin orang Baly dan  Irasyah dipimpin Malik bin Zafilah.

 

 

Lokasi Perang Mu’tah di Yordania.

 

 

Pasukan muslimin tinggal di Ma’an 2 malam.

 

 

Menyusun strategi perang melawan 200.000 tentara.

 

 

”Kita harus kirim surat kepada Rasulullah tentang jumlah kekuatan pasukan musuh.

 

 

Agar mengirim pasukan tambahan.

 

 

Atau memerintahkan kita kembali pulang,” kata komandan pasukan.

 

 

Abdullah bin Rawahah memotivas agar jangan mundur.

 

 

”Wahai kaum muslimin.

 

 

Demi Allah, sesungguhnya hal yang kalian takuti ini pada hakikatnya ini yang kalian cari.

 

 

Yaitu mati syahid.

 

 

Kita tidak memerangi musuh karena jumlah kita banyak.

 

 

Tapi, kita memerangi mereka dengan agama ini yang menjadikan kita dimuliakan oleh Allah.

 

 

Berangkatlah, kalian akan memperoleh salah satu dari 2 kebaikan.

 

 

 

Yaitu: menang atau mati syahid.”

 

 

 

Pasukan muslimin berkata dengan semangat,

 

 

”Demi Allah, apa yang dikatakan Abdullah bin Rawahah benar.”

 

 

 

Pasukan muslimin berangkat ke medan perang.

 

 

 

Mereka tiba di perbatasan Balqa’, di Desa Masyarif.

 

 

Bertemu pasukan Romawi dan sekutu Arab yang siap berperang.

 

 

TIGA PANGLIMA GUGUR

 

Kedua pasukan saling merapat.

 

 

Kaum Muslimin bergerak ke daerah Mu’tah.

 

 

 

Kedua pasukan berhadapan dalam Perang Mu’tah.

 

PASUKAN MUSLIM

 

Quthbah bin Qatadah dari Bani Udzrah pemimpin pasukan sayap kanan.

 

 

Pasukan sayap kiri dipimpin Ubayah bin Malik dari kaum Anshar.

 

 

PERANG MU’TAH PECAH

 

 

Quthbah bin Qatadah Al-Udzri dari sayap kanan menyerang.

 

 

Dia menewaskan komandan musuh bernama Malik bin Zafilah.

 

 

Zaid bin Haritsah memegang panji perang Rasulullah memimpin di depan.

 

 

Zaid gugur terkena tikaman tombak musuh.

 

 

Panji perang diambil Ja’far bin Abu Thalib sebagai panglima.

 

 

Ja’far bin Abu Thalib turun dari kudanya dan menyembelih kudanya karena terluka.

 

 

Dia bertempur menebaskan pedangnya sambil membawa panji perang.

 

 

Tangan kanannya tersabet pedang.

 

 

Dia memegang panji dengan tangan kiri.

 

 

Tangan itu pun ditebas pedang musuh.

 

 

Maka ia dekap panji dengan kedua lengannya.

 

 

 

Pedang musuh menembus tubuhnya, ia gugur usia 33 tahun.

 

 

Abdullah bin Rawahah memimpin pasukan mengambil alih panji perang.

 

 

Ia maju membawa bendera perang naik kuda memberi komando menyerang musuh.

 

 

Saat jeda perang, dia dihampiri saudara sepupunya yang menyodorkan sepotong tulang berdaging.

 

 

”Makanlah daging ini agar badanmu tambah kuat. Hari-hari ini melelahkan.”

 

 

Abdullah bin Rawahah mengambil daging itu.

 

 

 Di saat menggigitnya, tiba-tiba mendengar suara serangan musuh datang.

 

 

 

Ia langsung membuang daging dan mengambil pedangnya lalu bertempur hingga gugur sebagai syahid.

 

 

KHALID BIN WALID PANGLIMA BARU

 

 

Panji perang diambil alih Tsabit bin Arqam dari Bani Al-Ajlan.

 

 

Ia berkata, ”Wahai kaum Muslimin, pilihlah salah seorang dari kalian untuk menjadi panglima pasukan.”

 

 

 

Pasukan muslimin berkata,

 

”Engkau panglima perang kami.”

 

 

 

Tsabit bin Arqam berkata,

 

”Aku tidak sanggup.”

 

 

Khalid bin Walid menjadi panglima pasukan.

 

 

 

Khalid bin Walid mengambil panji perang dan mengomando menyerang musuh.

 

 

 

Pasukan muslim diubah posisinya.

 

 

 

Pasukan kanan dipindah ke kiri.

 

 

Dan sebaliknya.

 

 

Pasukan belakang pindah depan.

 

 

Dan sebaliknya.

 

 

Musuh mengira datang bantuan baru.

 

 

 

Setelah bertempur beberapa hari,  Khalid menarik pasukan mundur.

 

 

 

Melihat sisa pasukannya yang tak imbang, dia memutuskan pulang.

 

 

 

Mendengar pasukan kaum muslimin mendekati Madinah.

 

 

Rasulullah naik kuda menyambut bersama kaum muslimin.

 

 

Dan anak-anak sambil berlarian.

 

 

Kabar duka kekalahan perang disambut isak tangis.

 

 

KELUARGA JAKFAR BERDUKA

 

 

Rasulullah takziah ke rumah Ja’far.

 

 

Istri Ja’far (Asma binti Umais) belum mendengar kabar suaminya.

 

 

Saat itu dia sibuk menyamak 40 kulit dan membuat adonan roti.

 

 

Memandikan anak-anaknya dan meminyaki rambutnya sehingga tak sempat keluar.

 

 

 

Rasulullah bersabda kepada Asma’,

 

”Bawalah kemari anak-anak Ja’far.”

 

 

 

Rasulullah mencium mereka satu persatu dengan air mata berlinang.

 

 

 

Asma’ bertanya,

 

 

”Rasulullah, apa yang membuatmu menangis?

 

 

Apakah telah mendapat berita tentang Ja’far dan para sahabat?”

 

 

 

Rasulullah bercerita,”Mereka gugur pada hari ini.”

 

 

 

Asma’ menangis menyebut nama suaminya hingga para wanita mendatanginya.

 

 

 

Rasulullah berkata,

 

 

”Memasaklah makanan untuk keluarga Ja’far, sebab mereka berduka.”

 

 

 

Berita Perang Mu’tah mengejutkan dunia.

 

 

Karena 3.000 muslim mampu menahan 200.000 pasukan Romawi.

 

 

Banyak suku Arab yang masuk lslam.

 

 

 

BEBERAPA TAHUN KEMUDIAN

 

 

Khalid bin Walid memimpin pasukan Islam kembali ke Syam untuk menaklukan wilayah itu.

 

 

 

Kali ini Allah memberi kemenangan.

 

 

 

(Sumber: internet)

 

0 comments:

Post a Comment