Organisasi Profesi Guru

Presiden Jokowi memberi hormat kepada Guru-Guru se Indonesia.

Tema Gambar Slide 2

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Tema Gambar Slide 3

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Thursday, November 23, 2017

512. TARGET

MENGAITKAN TARGET DENGAN KEHENDAK ALLAH
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

    Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan cara mengaitkan target dengan kehendak Allah?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya
      Kata “target” artinya “sasaran yang telah ditetapkan untuk dicapai”, sedangkan “kehendak” artinya “kemauan”, dan “keinginan dan harapan yang keras”.
       Para ulama menjelaskan bahwa setiap umat Islam diwajibkan menyusun rencana dan memiliki target menyangkut masa depan dalam hidupnya, serta berusaha sekuat tenaga untuk mencapainya.
      Tetapi, pada saat yang sama, seorang manusia harus ingat bahwa sistem kerja alam semesta adalah saling berkaitan, artinya seorang manusia tidak dapat hidup sendiri, karena yang dikehendakinya belum tentu dikehendaki oleh pihak lain.
    Dan di atas semuanya, terdapat Tuhan Allah Yang Maha Kuasa yang memelihara alam semesta, Yang Maha Bijaksana yang mengatur kepentingan semua makhluk, sehingga diharapkan kaitkan semua target dalam hidup dengan kehendak Allah.
     Dalam kenyataannya, manusia sering kali berhitung di atas kertas tentang kesuksesan yang akan dicapai, tetapi apabila tiba saatnya memetik keberhasilan  kadang kala terjadi sesuatu yang di luar perhitungan, sehingga hilanglah segala impian, oleh karena itu, mari kita kaitkan target dengan kehendak Allah.
     Janganlah berkata,”Aku pasti akan mengerjakannya esok hari”, tetapi harus dengan menyebutkan, ”Insya-Allah (apabila Allah menghendaki), saya akan mengerjakannya esok hari”.
      Al-Quran surah Al-Kahfi, surah ke-18 ayat 24.

إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ ۚ وَاذْكُرْ رَبَّكَ إِذَا نَسِيتَ وَقُلْ عَسَىٰ أَنْ يَهْدِيَنِ رَبِّي لِأَقْرَبَ مِنْ هَٰذَا رَشَدًا

       “Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan terhadap sesuatu,”Sesungguhnya aku akan mengerjakan itu besok pagi, kecuali (dengan menyebut), Insya-Allah". Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa dan katakanlah,”Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya daripada ini”.
     Para ulama berpesan janganlan seseorang suka melamun dengan berandai-andai yang tidak bermanfaat, misalnya dengan berkata,“Seandainya saya tinggal di sana, dan tidak tinggal di sini, maka pasti saya akan berumur panjang”. ”Seandainya aku melewati jalan yang di sana, dan tidak melewati jalan yang disini, maka pasti saya akan selamat”.
      Jangan suka mengeluh dengan berkata,”Seandainya aku menjadi seorang dokter, dan tidak menjadi seorang guru, maka saya akan kaya raya”. Tetapi yakinlah bahwa yang kita terima sekarang adalah yang terbaik.
     Apabila kita terkena musibah janganlah suka mengeluh dan jangan berputus asa dari rahmat Allah, tetapi anggaplah musibah tersebut adalah yang paling ringan yang  menimpa kita, karena musibah yang lebih hebat dapat terjadi menimpa kita kapan pun, sehingga kita selalu bersyukur kepada Allah dalam segala kondisi.
       Kesimpulannya, ketika merencanakan dan menargetkan mengerjakan sesuatu, marilah kita biasakan berkata,”Insya-Allah, saya akan mengerjakannya esok hari, semoga Allah mengizinkan dan meridai”.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

512. TARGET

MENGAITKAN TARGET DENGAN KEHENDAK ALLAH
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

    Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan cara mengaitkan target dengan kehendak Allah?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya
      Kata “target” artinya “sasaran yang telah ditetapkan untuk dicapai”, sedangkan “kehendak” artinya “kemauan”, dan “keinginan dan harapan yang keras”.
       Para ulama menjelaskan bahwa setiap umat Islam diwajibkan menyusun rencana dan memiliki target menyangkut masa depan dalam hidupnya, serta berusaha sekuat tenaga untuk mencapainya.
      Tetapi, pada saat yang sama, seorang manusia harus ingat bahwa sistem kerja alam semesta adalah saling berkaitan, artinya seorang manusia tidak dapat hidup sendiri, karena yang dikehendakinya belum tentu dikehendaki oleh pihak lain.
    Dan di atas semuanya, terdapat Tuhan Allah Yang Maha Kuasa yang memelihara alam semesta, Yang Maha Bijaksana yang mengatur kepentingan semua makhluk, sehingga diharapkan kaitkan semua target dalam hidup dengan kehendak Allah.
     Dalam kenyataannya, manusia sering kali berhitung di atas kertas tentang kesuksesan yang akan dicapai, tetapi apabila tiba saatnya memetik keberhasilan  kadang kala terjadi sesuatu yang di luar perhitungan, sehingga hilanglah segala impian, oleh karena itu, mari kita kaitkan target dengan kehendak Allah.
     Janganlah berkata,”Aku pasti akan mengerjakannya esok hari”, tetapi harus dengan menyebutkan, ”Insya-Allah (apabila Allah menghendaki), saya akan mengerjakannya esok hari”.
      Al-Quran surah Al-Kahfi, surah ke-18 ayat 24.

إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ ۚ وَاذْكُرْ رَبَّكَ إِذَا نَسِيتَ وَقُلْ عَسَىٰ أَنْ يَهْدِيَنِ رَبِّي لِأَقْرَبَ مِنْ هَٰذَا رَشَدًا

       “Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan terhadap sesuatu,”Sesungguhnya aku akan mengerjakan itu besok pagi, kecuali (dengan menyebut), Insya-Allah". Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa dan katakanlah,”Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya daripada ini”.
     Para ulama berpesan janganlan seseorang suka melamun dengan berandai-andai yang tidak bermanfaat, misalnya dengan berkata,“Seandainya saya tinggal di sana, dan tidak tinggal di sini, maka pasti saya akan berumur panjang”. ”Seandainya aku melewati jalan yang di sana, dan tidak melewati jalan yang disini, maka pasti saya akan selamat”.
      Jangan suka mengeluh dengan berkata,”Seandainya aku menjadi seorang dokter, dan tidak menjadi seorang guru, maka saya akan kaya raya”. Tetapi yakinlah bahwa yang kita terima sekarang adalah yang terbaik.
     Apabila kita terkena musibah janganlah suka mengeluh dan jangan berputus asa dari rahmat Allah, tetapi anggaplah musibah tersebut adalah yang paling ringan yang  menimpa kita, karena musibah yang lebih hebat dapat terjadi menimpa kita kapan pun, sehingga kita selalu bersyukur kepada Allah dalam segala kondisi.
       Kesimpulannya, ketika merencanakan dan menargetkan mengerjakan sesuatu, marilah kita biasakan berkata,”Insya-Allah, saya akan mengerjakannya esok hari, semoga Allah mengizinkan dan meridai”.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

512. TARGET

MENGAITKAN TARGET DENGAN KEHENDAK ALLAH
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

    Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan cara mengaitkan target dengan kehendak Allah?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya
      Kata “target” artinya “sasaran yang telah ditetapkan untuk dicapai”, sedangkan “kehendak” artinya “kemauan”, dan “keinginan dan harapan yang keras”.
       Para ulama menjelaskan bahwa setiap umat Islam diwajibkan menyusun rencana dan memiliki target menyangkut masa depan dalam hidupnya, serta berusaha sekuat tenaga untuk mencapainya.
      Tetapi, pada saat yang sama, seorang manusia harus ingat bahwa sistem kerja alam semesta adalah saling berkaitan, artinya seorang manusia tidak dapat hidup sendiri, karena yang dikehendakinya belum tentu dikehendaki oleh pihak lain.
    Dan di atas semuanya, terdapat Tuhan Allah Yang Maha Kuasa yang memelihara alam semesta, Yang Maha Bijaksana yang mengatur kepentingan semua makhluk, sehingga diharapkan kaitkan semua target dalam hidup dengan kehendak Allah.
     Dalam kenyataannya, manusia sering kali berhitung di atas kertas tentang kesuksesan yang akan dicapai, tetapi apabila tiba saatnya memetik keberhasilan  kadang kala terjadi sesuatu yang di luar perhitungan, sehingga hilanglah segala impian, oleh karena itu, mari kita kaitkan target dengan kehendak Allah.
     Janganlah berkata,”Aku pasti akan mengerjakannya esok hari”, tetapi harus dengan menyebutkan, ”Insya-Allah (apabila Allah menghendaki), saya akan mengerjakannya esok hari”.
      Al-Quran surah Al-Kahfi, surah ke-18 ayat 24.

إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ ۚ وَاذْكُرْ رَبَّكَ إِذَا نَسِيتَ وَقُلْ عَسَىٰ أَنْ يَهْدِيَنِ رَبِّي لِأَقْرَبَ مِنْ هَٰذَا رَشَدًا

       “Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan terhadap sesuatu,”Sesungguhnya aku akan mengerjakan itu besok pagi, kecuali (dengan menyebut), Insya-Allah". Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa dan katakanlah,”Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya daripada ini”.
     Para ulama berpesan janganlan seseorang suka melamun dengan berandai-andai yang tidak bermanfaat, misalnya dengan berkata,“Seandainya saya tinggal di sana, dan tidak tinggal di sini, maka pasti saya akan berumur panjang”. ”Seandainya aku melewati jalan yang di sana, dan tidak melewati jalan yang disini, maka pasti saya akan selamat”.
      Jangan suka mengeluh dengan berkata,”Seandainya aku menjadi seorang dokter, dan tidak menjadi seorang guru, maka saya akan kaya raya”. Tetapi yakinlah bahwa yang kita terima sekarang adalah yang terbaik.
     Apabila kita terkena musibah janganlah suka mengeluh dan jangan berputus asa dari rahmat Allah, tetapi anggaplah musibah tersebut adalah yang paling ringan yang  menimpa kita, karena musibah yang lebih hebat dapat terjadi menimpa kita kapan pun, sehingga kita selalu bersyukur kepada Allah dalam segala kondisi.
       Kesimpulannya, ketika merencanakan dan menargetkan mengerjakan sesuatu, marilah kita biasakan berkata,”Insya-Allah, saya akan mengerjakannya esok hari, semoga Allah mengizinkan dan meridai”.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

512. TARGET

MENGAITKAN TARGET DENGAN KEHENDAK ALLAH
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

    Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan cara mengaitkan target dengan kehendak Allah?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya
      Kata “target” artinya “sasaran yang telah ditetapkan untuk dicapai”, sedangkan “kehendak” artinya “kemauan”, dan “keinginan dan harapan yang keras”.
       Para ulama menjelaskan bahwa setiap umat Islam diwajibkan menyusun rencana dan memiliki target menyangkut masa depan dalam hidupnya, serta berusaha sekuat tenaga untuk mencapainya.
      Tetapi, pada saat yang sama, seorang manusia harus ingat bahwa sistem kerja alam semesta adalah saling berkaitan, artinya seorang manusia tidak dapat hidup sendiri, karena yang dikehendakinya belum tentu dikehendaki oleh pihak lain.
    Dan di atas semuanya, terdapat Tuhan Allah Yang Maha Kuasa yang memelihara alam semesta, Yang Maha Bijaksana yang mengatur kepentingan semua makhluk, sehingga diharapkan kaitkan semua target dalam hidup dengan kehendak Allah.
     Dalam kenyataannya, manusia sering kali berhitung di atas kertas tentang kesuksesan yang akan dicapai, tetapi apabila tiba saatnya memetik keberhasilan  kadang kala terjadi sesuatu yang di luar perhitungan, sehingga hilanglah segala impian, oleh karena itu, mari kita kaitkan target dengan kehendak Allah.
     Janganlah berkata,”Aku pasti akan mengerjakannya esok hari”, tetapi harus dengan menyebutkan, ”Insya-Allah (apabila Allah menghendaki), saya akan mengerjakannya esok hari”.
      Al-Quran surah Al-Kahfi, surah ke-18 ayat 24.

إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ ۚ وَاذْكُرْ رَبَّكَ إِذَا نَسِيتَ وَقُلْ عَسَىٰ أَنْ يَهْدِيَنِ رَبِّي لِأَقْرَبَ مِنْ هَٰذَا رَشَدًا

       “Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan terhadap sesuatu,”Sesungguhnya aku akan mengerjakan itu besok pagi, kecuali (dengan menyebut), Insya-Allah". Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa dan katakanlah,”Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya daripada ini”.
     Para ulama berpesan janganlan seseorang suka melamun dengan berandai-andai yang tidak bermanfaat, misalnya dengan berkata,“Seandainya saya tinggal di sana, dan tidak tinggal di sini, maka pasti saya akan berumur panjang”. ”Seandainya aku melewati jalan yang di sana, dan tidak melewati jalan yang disini, maka pasti saya akan selamat”.
      Jangan suka mengeluh dengan berkata,”Seandainya aku menjadi seorang dokter, dan tidak menjadi seorang guru, maka saya akan kaya raya”. Tetapi yakinlah bahwa yang kita terima sekarang adalah yang terbaik.
     Apabila kita terkena musibah janganlah suka mengeluh dan jangan berputus asa dari rahmat Allah, tetapi anggaplah musibah tersebut adalah yang paling ringan yang  menimpa kita, karena musibah yang lebih hebat dapat terjadi menimpa kita kapan pun, sehingga kita selalu bersyukur kepada Allah dalam segala kondisi.
       Kesimpulannya, ketika merencanakan dan menargetkan mengerjakan sesuatu, marilah kita biasakan berkata,”Insya-Allah, saya akan mengerjakannya esok hari, semoga Allah mengizinkan dan meridai”.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

Wednesday, November 22, 2017

511. MUSIBAH

MEMAHAMI MUSIBAH SEBAGAI TAKDIR ALLAH
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

    Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan cara memahami musibah sebagai takdir dari Allah?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
    Terdapat sifat buruk yang sering tidak kita sadari, yaitu apabila kita terkena musibah atau sesuatu yang tidak menyenangkan, dengan cepat kita ucapkan datangnya musibah ini adalah takdir dari Allah, tetapi sebaliknya apabila kita berhasil  meraih kesuksesan, lalu kita katakan bahwa kesuksesan itu adalah hasil kerja keras dan kerja cerdas saya sendiri.
     Sikap seperti ini tidak sejalan dengan petunjuk Al-Quran dalam surah An-Nisa, surah ke-4 ayat 79.

مَا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللَّهِ ۖ وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ ۚ وَأَرْسَلْنَاكَ لِلنَّاسِ رَسُولًا ۚ وَكَفَىٰ بِاللَّهِ شَهِيدًا

      “Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi”.
     Manusia tidak dapat melepaskan diri dari takdir Allah, tetapi takdir dari Allah untuk manusia tidak hanya satu, dan manusia diberikan “takdir” oleh Allah “kemampuan untuk memilih” berbagai “takdir” dari Allah.
      Misalnya, runtuhnya tembok yang rapuh dan berjangkitnya wabah penyakit adalah takdir dari Allah berdasarkan “hukum alam” yang telah ditetapkan oleh Allah, sehingga apabila seseorang tidak menghindar dari wabah penyakit, maka pasti dia akan menerima akibatnya, dan itu adalah takdir dari Allah.
      Tetapi, apabila seseorang menghindar dan luput dari musibah, maka itu pun takdir dari Allah, karena Allah telah menganugerahkan manusia berupa “takdir” kemampuan untuk memilih.
     Sehingga, keliru apabila seseorang hanya mengingat takdir pada saat terjadi musibah, dan tambah keliru lagi apabila seseorang menyalahkan “takdir” untuk musibah yang menimpanya.
      Meskipun Al-Quran menyebutkan kematian adalah musibah, tetapi itu hanya menurut pandangan orang yang ditinggal, sedangkan bagi orang yang meninggal, maka setelah mengalami kematian dapat merasakan suatu nikmat dari Allah.
      Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2 ayat 154.

وَلَا تَقُولُوا لِمَنْ يُقْتَلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتٌ ۚ بَلْ أَحْيَاءٌ وَلَٰكِنْ لَا تَشْعُرُونَ
 
    “Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya”.
    Dalam kehidupannya di dunia, manusia mirip dengan keadaan telur sebelum menetas, artinya kesempurnaan wujud anak ayam adalah dengan meninggalkan dunianya, yaitu dunia telur.
     Demikian pula manusia, kesempurnaan kehidupan seorang manusia hanya dapat dicapai dengan meninggalkan dunia yang fana ini, yaitu meninggalkan tempat manusia hidup sekarang ini.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

511. MUSIBAH

MEMAHAMI MUSIBAH SEBAGAI TAKDIR ALLAH
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

    Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan cara memahami musibah sebagai takdir dari Allah?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
    Terdapat sifat buruk yang sering tidak kita sadari, yaitu apabila kita terkena musibah atau sesuatu yang tidak menyenangkan, dengan cepat kita ucapkan datangnya musibah ini adalah takdir dari Allah, tetapi sebaliknya apabila kita berhasil  meraih kesuksesan, lalu kita katakan bahwa kesuksesan itu adalah hasil kerja keras dan kerja cerdas saya sendiri.
     Sikap seperti ini tidak sejalan dengan petunjuk Al-Quran dalam surah An-Nisa, surah ke-4 ayat 79.

مَا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللَّهِ ۖ وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ ۚ وَأَرْسَلْنَاكَ لِلنَّاسِ رَسُولًا ۚ وَكَفَىٰ بِاللَّهِ شَهِيدًا

      “Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi”.
     Manusia tidak dapat melepaskan diri dari takdir Allah, tetapi takdir dari Allah untuk manusia tidak hanya satu, dan manusia diberikan “takdir” oleh Allah “kemampuan untuk memilih” berbagai “takdir” dari Allah.
      Misalnya, runtuhnya tembok yang rapuh dan berjangkitnya wabah penyakit adalah takdir dari Allah berdasarkan “hukum alam” yang telah ditetapkan oleh Allah, sehingga apabila seseorang tidak menghindar dari wabah penyakit, maka pasti dia akan menerima akibatnya, dan itu adalah takdir dari Allah.
      Tetapi, apabila seseorang menghindar dan luput dari musibah, maka itu pun takdir dari Allah, karena Allah telah menganugerahkan manusia berupa “takdir” kemampuan untuk memilih.
     Sehingga, keliru apabila seseorang hanya mengingat takdir pada saat terjadi musibah, dan tambah keliru lagi apabila seseorang menyalahkan “takdir” untuk musibah yang menimpanya.
      Meskipun Al-Quran menyebutkan kematian adalah musibah, tetapi itu hanya menurut pandangan orang yang ditinggal, sedangkan bagi orang yang meninggal, maka setelah mengalami kematian dapat merasakan suatu nikmat dari Allah.
      Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2 ayat 154.

وَلَا تَقُولُوا لِمَنْ يُقْتَلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتٌ ۚ بَلْ أَحْيَاءٌ وَلَٰكِنْ لَا تَشْعُرُونَ
 
    “Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya”.
    Dalam kehidupannya di dunia, manusia mirip dengan keadaan telur sebelum menetas, artinya kesempurnaan wujud anak ayam adalah dengan meninggalkan dunianya, yaitu dunia telur.
     Demikian pula manusia, kesempurnaan kehidupan seorang manusia hanya dapat dicapai dengan meninggalkan dunia yang fana ini, yaitu meninggalkan tempat manusia hidup sekarang ini.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

511. MUSIBAH

MEMAHAMI MUSIBAH SEBAGAI TAKDIR ALLAH
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

    Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan cara memahami musibah sebagai takdir dari Allah?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
    Terdapat sifat buruk yang sering tidak kita sadari, yaitu apabila kita terkena musibah atau sesuatu yang tidak menyenangkan, dengan cepat kita ucapkan datangnya musibah ini adalah takdir dari Allah, tetapi sebaliknya apabila kita berhasil  meraih kesuksesan, lalu kita katakan bahwa kesuksesan itu adalah hasil kerja keras dan kerja cerdas saya sendiri.
     Sikap seperti ini tidak sejalan dengan petunjuk Al-Quran dalam surah An-Nisa, surah ke-4 ayat 79.

مَا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللَّهِ ۖ وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ ۚ وَأَرْسَلْنَاكَ لِلنَّاسِ رَسُولًا ۚ وَكَفَىٰ بِاللَّهِ شَهِيدًا

      “Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi”.
     Manusia tidak dapat melepaskan diri dari takdir Allah, tetapi takdir dari Allah untuk manusia tidak hanya satu, dan manusia diberikan “takdir” oleh Allah “kemampuan untuk memilih” berbagai “takdir” dari Allah.
      Misalnya, runtuhnya tembok yang rapuh dan berjangkitnya wabah penyakit adalah takdir dari Allah berdasarkan “hukum alam” yang telah ditetapkan oleh Allah, sehingga apabila seseorang tidak menghindar dari wabah penyakit, maka pasti dia akan menerima akibatnya, dan itu adalah takdir dari Allah.
      Tetapi, apabila seseorang menghindar dan luput dari musibah, maka itu pun takdir dari Allah, karena Allah telah menganugerahkan manusia berupa “takdir” kemampuan untuk memilih.
     Sehingga, keliru apabila seseorang hanya mengingat takdir pada saat terjadi musibah, dan tambah keliru lagi apabila seseorang menyalahkan “takdir” untuk musibah yang menimpanya.
      Meskipun Al-Quran menyebutkan kematian adalah musibah, tetapi itu hanya menurut pandangan orang yang ditinggal, sedangkan bagi orang yang meninggal, maka setelah mengalami kematian dapat merasakan suatu nikmat dari Allah.
      Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2 ayat 154.

وَلَا تَقُولُوا لِمَنْ يُقْتَلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتٌ ۚ بَلْ أَحْيَاءٌ وَلَٰكِنْ لَا تَشْعُرُونَ
 
    “Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya”.
    Dalam kehidupannya di dunia, manusia mirip dengan keadaan telur sebelum menetas, artinya kesempurnaan wujud anak ayam adalah dengan meninggalkan dunianya, yaitu dunia telur.
     Demikian pula manusia, kesempurnaan kehidupan seorang manusia hanya dapat dicapai dengan meninggalkan dunia yang fana ini, yaitu meninggalkan tempat manusia hidup sekarang ini.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online