Organisasi Profesi Guru

Presiden Jokowi memberi hormat kepada Guru-Guru se Indonesia.

Tema Gambar Slide 2

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Tema Gambar Slide 3

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Sunday, November 1, 2020

6105. UMAT ISLAM TAK HARUS SATU WADAH

 


UMAT ISLAM TAK HARUS SATU WADAH

Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

 

 

 

Al-Quran memerintahkan umat untuk bersatu, karena umat ini adalah umat yang satu.

 

Al-Quran surah Al-Anbiya (surah ke-21) ayat 92.

 

 

إِنَّ هَٰذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاعْبُدُونِ

 

 

Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kamu semua; agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku.

 

Al-Quran surah Al-Mukminun (surahke-23) ayat 52.

 

 

وَإِنَّ هَٰذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاتَّقُونِ

 

 

Sesungguhnya (agama tauhid) ini, adalah agamamu semua, agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka bertakwalah kepada-Ku.

 

 

Kata “umat” terulang 51 kali dalam Al-Quran dengan makna berbeda-beda.

 

Umat bisa diartikan “kelompok yang dihimpun oleh sesuatu, karena persamaan agama, waktu, atau tempat, dengan pengelompokan secara terpaksa maupun atas kehendak sendiri.”

 

Tidak hanya manusia yang berkelompok disebut “umat”, bahkan hewan juga disebut “umat”.

 

 

Al-Quran surah Al-An'am (surah ke-6) ayat 38.

 

 

وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا طَائِرٍ يَطِيرُ بِجَنَاحَيْهِ إِلَّا أُمَمٌ أَمْثَالُكُمْ ۚ مَا فَرَّطْنَا فِي الْكِتَابِ مِنْ شَيْءٍ ۚ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّهِمْ يُحْشَرُونَ

 

 

Dan tidaklah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat-umat (juga) seperti kamu. Tidaklah Kami alpakan sesuatu pun di dalam Al-Kitab, kemudian kepada Tuhan mereka dihimpunkan.

 

 

Al-Quran tidak menjelaskan jumlah anggota dalam satu umat.

 

Ada yang berpendapat satu umat minimal berjumlah 40 orang atau minimal 100 orang.

 

 

Al-Quran memakai kata “umat” untuk orang yang punya banyak keistimewaan atau jasa.

 

 

Al-Quran surat An-Nahl (surah ke-16) ayat 120 menyatakan Nabi Ibrahim disebut umat karena punya banyak keistimewaan.

 

 

إِنَّ إِبْرَاهِيمَ كَانَ أُمَّةً قَانِتًا لِلَّهِ حَنِيفًا وَلَمْ يَكُ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

 

 

Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam (umat) yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan).

 

 

Makna kata “umat” dalam Al-Quran sangat lentur dan mudah menyesuaikan diri, tidak ada batas minimal atau maksimal untuk suatu persatuan, yang membatasi hanya bahasa, yang tidak menyebutkan adanya persatuan tunggal.

 

 

Dalam Al-Quran ditemukan 9 kali kata “umat” digandeng dengan “wahidah”.

 

 

Yang ditekankan dalam sifat umat Islam adalah persatuannya, bukan penyatuannya.

 

 

Islam adalah agama yang satu dalam prinsipnya (ushulnya), dan tidak ada perbedaan dalam akidahnya, meskipun dapat berlainan dalam perincian ajarannya (furu’nya).

 

 

Al-Quran mengakui “kebhinnekaan” dalam “ketunggalan”.

 

 

Al-Quran surah Al-Maidah (surah ke-5) ayat 48 menyatakan jika Allah menghendaki niscaya dijadikan satu umat saja.

 

 

وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ ۖ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ ۚ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا ۚ وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَٰكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ ۖ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ ۚ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ

 

 

Dan Kami telah turunkan kepadamu Al-Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat di antaramu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak mengujimu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah kembalimu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.

 

 

Al-Quran tidak menuntut penyatuan umat Islam dalam satu wadah saja.

 

 

Tetapi hendaknya umat Islam mengarah kepada satu tujuan dan saling membantu menjaga keberadaan masing-masing.

 

 

Al-Quran surah Ali 'Imran (surah ke-3) ayat 105.

 

وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْبَيِّنَاتُ ۚ وَأُولَٰئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ

 

 

Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat.

 

 

Yang dilarang adalah membuat kelompok yang mengakibatkan perpecahan.

 

 

Keluwesan makna “umat” membuktikan Al-Quran hanya mengamanatkan nilai umum dan menyerahkan kepada masyarakat menyesuaikan diri dengan nilai umum itu.

 

 

Hal ini adalah salah satu keistimewaan Al-Quran, sehingga Al-Quran selalu sesuai perkembangan di mana pun dan kapan pun.

 

 

Al-Quran tidak mengharuskan penyatuan seluruh umat Islam ke dalam satu wadah kenegaraan.

 

Sistem kekhalifahan Utsmaniyah adalah salah satu bentuk wadah yang bisa dibenarkan, tetapi bukan satu-satunya bentuk baku yang ditetapkan.

 

 

Jika perkembangan pemikiran manusia dan kebutuhan masyarakat menuntut bentuk lain, maka dapat dibenarkan oleh ajaran Islam.

 

Asalkan nilai yang dibawanya dan unsur lainnya tidak bertentangan dengan ajaran Islam.

 

Daftar Pustaka

1.               Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.

2.               Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.

3.               Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.

4.               Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2

5.               Tafsirq.com online.

6104. HUKUMAN BAGI PENGHINA NABI MUHAMMAD

 


Hukuman Bagi Penghina Nabi Muhammad

Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

 

 

Hukuman untuk orang yang menghina Nabi Muhammad.

 

Menghina Nabi Muhammad termasuk  tindakan kekafiran, karena bisa  menyebabkan pelakunya keluar dari Islam.

 

Dilarang menghina Nabi Muhammad secara bercanda apalagi serius tambah dilarang.

 

Al-Quran surah At-Taubah (surah ke-9) yat 65.

 

 

وَلَئِن سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ ۚ قُلْ أَبِٱللَّهِ وَءَايَٰتِهِۦ وَرَسُولِهِۦ كُنتُمْ تَسْتَهْزِءُونَ


Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan manjawab, "Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja". Katakan: "Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?"


Saat orang yang menghina Nabi Muhammad mengatakan mereka hanya sekedar bercanda, maka Allah berfiran untuk menjawabnya.

 

Al-Quran surah At-Taubah (surah ke-9) yat 66.

لَا تَعْتَذِرُوا۟ قَدْ كَفَرْتُم بَعْدَ إِيمَٰنِكُمْ ۚ إِن نَّعْفُ عَن طَآئِفَةٍ مِّنكُمْ نُعَذِّبْ طَآئِفَةًۢ بِأَنَّهُمْ كَانُوا۟ مُجْرِمِينَ


 

Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan kamu (lantaran mereka tobat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) karena  mereka orang-orang yang selalu berbuat dosa.




 

Syekh Abdurrahman As Sa’di menjelaskan makna ayat ini.

 

فإن الاستهزاء باللّه وآياته ورسوله كفر مخرج عن الدين لأن أصل الدين مبني على تعظيم اللّه، وتعظيم دينه ورسله، والاستهزاء بشيء من ذلك مناف لهذا الأصل.

 

 

Menghina Allah, ayat-ayat dan Rasul-Nya, adalah penyebab Kekafiran, pelakunya keluar dari agama Islam (murtad). Karena agama ini dibangun di atas prinsip mengagungkan Allah, serta mengagungkan agama dan RasulNya. Menghina salah satu diantaranya bertentangan dengan prinsip pokok ini.

(Taisir Al Karim Ar Rahman, hal. 342)

 

 

Apa Hukuman Bagi Penghina Nabi?

 

Para ulama sepakat (ijma’), bahwa orang yang mengina Nabi, layak mendapat hukuman mati.

 

Syaikhul Islam al-Harrani dalam kitabnya as-Sharim al-Maslul.

 

 

وقد حكى أبو بكر الفارسي من أصحاب الشافعي إجماع المسلمين على أن حد من سب النبي صلى الله عليه و سلم القتل كما أن حد من سب غيره الجلد

 

 

Abu bakr al-Farisi, salah satu ulama syafiiyah menyatakan, kaum muslimin sepakat bahwa hukuman bagi orang yang menghina Nabi Muhammad adalah bunuh, seperti hukuman bagi orang yang menghina mukmin lainnya berupa cambuk.

 

Syaikhul Islam menukil keterangan ulama lainnya.

 

 

قال الخطابي : لا أعلم أحدا من المسلمين اختلف في وجوب قتله؛

 

 

 

Al-Khithabi mengatakan, “Saya tidak mengetahui adanya beda pendapat di kalangan kaum muslimin tentang wajibnya membunuh penghina Nabi Muhammad.

 

وقال محمد بن سحنون : أجمع العلماء على أن شاتم النبي صلى الله عليه و سلم و المتنقص له كافر و الوعيد جار عليه بعذاب الله له و حكمه عند الأمة القتل و من شك في كفره و عذابه كفر

 

 

Muhammad bin Syahnun mengatakan, “Para ulama sepakat bahwa orang yang mencela Nabi Muhammad dan menghina beliau statusnya kafir. Dan dia layak untuk mendapatkan ancaman berupa azab Allah. Hukumnya mennurut para ulama adalah bunuh. Siapa yang masih meragukan kekufurannya dan siksaan bagi penghina Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, berarti dia kufur.”

(as-Sharim al-Maslul, hlm. 9)

 

 

Bagaimana Jika Sudah Bertobat?

 

Jika pelakunya bertobat sungguh-sungguh kepada Allah, maka Allah akan mengampuni dosanya.

 

 

Allah mengampuni semua dosa orang-orang yang tulus bertobat.

 

Al-Quran surah Az-Zumar (surah ke-39) ayat 53.

 

 

۞ قُلْ يَٰعِبَادِىَ ٱلَّذِينَ أَسْرَفُوا۟ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا۟ مِن رَّحْمَةِ ٱللَّهِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يَغْفِرُ ٱلذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلْغَفُورُ ٱلرَّحِيمُ


 

Katakan: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.




 

Tapi menghina Rasulullah tidak hanya menyangkut pribadi beliau saja.

 

Tapi juga menyangkut penghinaan kepada Allah Tuhan alam semesta yang telah mengutusnya.

 

Sehingga di sini ada dua hak yang telah diinjak-injak, yaitu Hak Allah dan hak Nabi Muhammad.

Hak Allah.

 

Bisa termaafkan dengan tobat yang jujur.

 

Allah berjanji akan mengampuni semua dosa bagi yang bertobat.

 

Dalilnya surat Az-Zumar ayat 53 di atas.

 

 

Hak Rasulullah.

Ini yang menjadi pembahasan alot para ulama.

 

Apakah juga bisa selesai dengan bertobat, atau hukuman mati harus tetap dijalankan?

 

Pertama.

Jika orang melakukan penghinaan kepada Rasulullah saat dia masih kafir, kemudian masuk Islam, maka dia tidak dihukum mati.

 

Karena Islam meleburkan seluruh dosa yang dia lakukan saat masih kafir.

 

Al-Quran surah Al-Anfal (surah ke-8) ayat 38.

 

قُل لِّلَّذِينَ كَفَرُوٓا۟ إِن يَنتَهُوا۟ يُغْفَرْ لَهُم مَّا قَدْ سَلَفَ وَإِن يَعُودُوا۟ فَقَدْ مَضَتْ سُنَّتُ ٱلْأَوَّلِينَ


 

Katakan kepada orang-orang yang kafir itu: "Jika mereka berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni dosa mereka yang sudah lalu; dan jika mereka kembali lagi sesungguhnya akan berlaku (kepada mereka) sunnah (Allah tenhadap) orang-orang dahulu".

 

Kedua.

 

Orang menghina Nabi Muhammad saat  berstatus muslim.

 

Ada 3 pendapat:

 

1.       Hukuman mati gugur dengan tobatnya.

2.       Tobat tidak diterima dan hukuman mati tetap dijalankan.

 

3.       Tobatnya diterima, tapi hukuman mati tetap dijalankan.

 

 

Pendapat ketiga yang paling kuat.

 

Syaikhul Islam al-Harrani rahimahullah dikuatkan oleh Syekh Ibnu’Utsaimin  menyatakan,

فصارت الأقوال في المسألة ثلاثة، أرجحها أن توبته تقبل ويقتل

 

 

Dalam masalah ini ada tiga pendapat ulama.

 

Pendapat paling kuat, tobatnya diterima dan tetap berlaku hukuman mati.

(Liqo’ al-Bab al- Maftuh 5/53)

 

Hal ini karena:

1.       Tobat hanya bisa mengugurkan dosa pelaku dengan Allah.

 

Allah berjanji akan memaafkan kesalahan hamba-Nya yang bertobat jujur.

 

قُلۡ يَٰعِبَادِيَ ٱلَّذِينَ أَسۡرَفُواْ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمۡ لَا تَقۡنَطُواْ مِن رَّحۡمَةِ ٱللَّهِۚ إِنَّ ٱللَّهَ يَغۡفِرُ ٱلذُّنُوبَ جَمِيعًاۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلۡغَفُورُ ٱلرَّحِيمُ

 

 

Katakan:“Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang. (QS. Az-Zumar : 53)

 

2.       Adapun dosanya kepada Nabi Muhammad kita tidak tahu apakah Nabi akan menuntutnya atau memaafkannya di hari Kiamat kelak.

 

Mengingat tidak adanya dalil tegas yang menerangkan pemberian maaf dari Nabi untuk orang-orang yang menghinanya.

 

Yang ada malah dalil tegas menunjukkan hukuman mati bagi penghina Nabi Muhammad.

 

Ali bin Abi Thalib menceritakan,

 

أَنَّ يَهُودِيَّةً كَانَتْ تَشْتُمُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَتَقَعُ فِيهِ ، فَخَنَقَهَا رَجُلٌ حَتَّى مَاتَتْ ، فَأَبْطَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَمَهَا

 

 

Ada seorang wanita Yahudi menghina dan mencela Rasulullah. Kemudian orang ini dicekik oleh seorang sahabat sampai mati. Namun Nabi menggugurkan hukuman apapun darinya.

(HR. Abu Daud 4362 dan dinilai Jayid oleh Syaikhul Islam)

 

 

Hukuman mati tetap berlaku untuk menyelesaikan dosanya kepada Nabi Muhammad.

 

Hukuman mati akan memberi efek jera bagi yang lain.

 

 

Agar tidak menyepelekan kehormatan baginda yang mulia Rasulullah.

 

Menghina beliau, sama saja menghina ajaran suci yang dibawanya.

 

 

Siapa yang Berhak Menegakkan Hukuman?

Islam mengajarkan kepada penganutnya, untuk menyerahkan kepada pihak berwenang, yaitu pemerintah.

 

Sikap main hakim sendiri akan menimbulkan kekacauan dan kerusakan yang lebih besar.

 

 

Imam Al Kasani menerangkan syarat hukuman had.

 

 

أن يكون المقيم للحد هو الإمام أو من ولاه الإمام

 

 

Yang menjalankan hukuman had adalah pemimpin (pemerintah) atau yang mewakilinya.

(Bada’i as-Shonai’, 9/249)

 

 

Saat terjadi peristiwa penghinaan kepada Nabi MUhammad oleh seorang kartunis kafir 2015 silam.

 

Ada orang menyampaikan kepada Dr. Soleh al-Fauzan (anggota ulama senior dan majlis fatwa Kerajaan Saudi Arabia),

 

هل يجوز اغتيال الرسام الكافر الذي عرف بوضع الرسوم المسيئة للنبي صلى الله عليه وسلم؟

 

 

Apakah boleh membunuh kartunis kafir yang dikenal telah membuat kartun berisi hinaan kepada Nabi Muhammad?

 

 

Jawaban beliau,

 

الشيخ: هذا ليس طريقة سليمة الاغتيالات وهذه تزيدهم شرا وغيظا على المسلمين لكن الذي يدحرهم هو رد شبهاتهم وبيان مخازيهم وأما النصرة باليد والسلاح هذه للولي أمر المسلمين وبالجهاد في سبيل الله عز وجل نعم

 

 

Ini bukan langkah yang tepat. Melakukan pembantaian hanya akan menambah keburukan dan kemarahan mereka kepada kaum muslimin.

 

Sikap yang bijak adalah membantah penyimpangan mereka dan menjelaskan perbuatan mereka yang sangat memalukan.

 

Membela Nabi Muhammad dengan tangan dan senjata itu wewenangnya pemerintah.

 

Kaum muslimin hanya jihad di jalan Allah dan dipimpin pemerintah.

 

 

 

(Sumber:internet)




6103. DILARANG MENGOLOK-OLOK NABI MUHAMMAD

 


DILARANG MENGOLOK-OLOK NABI MUHAMMAD

Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

 

 

Larangan Melukis Wajah Nabi.


Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan Fatwa tahun 1988 tentang larngan penggambaran sosok Nabi Muhammad  SAW dalam bentuk gambar, patung, seni peran, dan film.

 

Dewan Pimpinan MUI yang saat itu diketuai KH Hasan Basri memutuskan menolak penggambaran Nabi Muhammad SAW dalam bentuk apa pun baik gambar maupun film.



Apabila ada gambar atau film yang menampilkan Nabi Muhammad SAW dan keluarganya, hendaknya pemerintah melarang gambar dan film semacam itu.


Dalam mengambil keputusan tersebut, MUI mendasarkan pada sebuah riwayat pada Fath Makkah.

 

Rasulullah SAW memerintahkan untuk menghancurkan gambar dan patung para nabi terdahulu yang terpajang di Ka’bah.

 

Para ulama juga telah mengambil ijma’ sukuti tentang dilarangnya melukis nabi dan Rasul.


Kaidah pencegahan (sadd az-Zariah) untuk mengindari hal-hal yang tidak diinginkan oleh agama dan  kemurnian Islam baik segi akidah, akhlak, maupun syariah.



Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW melaknat keras orang yang berdusta dengan memakai nama beliau SAW.

 

"Barang siapa berdusta kepada saya dengan sengaja, maka dipersilakan untuk menempati duduknya di api neraka."

(HR Muttafaq ‘Alaih).



Pada zaman  Nabi Muhammad SAW tidak ada satu pun manuskrip, gambar, patung yang benar-benar menggambarkan sosok Nabi Muhammad SAW secara sempurna.

 

Sehingga, ketika ada orang yang mengaku melukis sosok Nabi Muhammad SAW, ia dimasukkan golongan hadis di atas.

 

Terlebih, orang yang sengaja melukis karikatur Nabi Muhammad dengan maksud mengolok-olok. 

 

Hukuman untuk orang yang mengolok-olok nabi Muhammad, menurut Syekh Yusuf Qaradhawi, jauh lebih keras.



Syekh ‘Atiyyah Saqr melalui kitabnya Ahsanul Kalam fi al-Fatawa wal Ahkam, Dar Ghad al-‘Arabi, Jilid 1 halaman 156 menyebutkan larangan meniru para nabi dalam akting maupun dalam lukisan.

 

Beberapa alasannya akting atau lukisan tidak mungkin mutlak menyerupai sosok yang sebenarnya.



Dengan meniru dan melukis sosok baginda Rasulullah SAW, orang itu dusta  mengatasnamakan Nabi Muhammad SAW.

 

Jika lukisan yang menggambarkan sosok Nabi Muhammad SAW ternyata lukisan yang buruk, akan memberi gambaran buruk kepada yang melihatnya.

 



Pendapat ini dikuatkan oleh fatwa Syekh Hasanain Makhluf pada Mei 1950, Lujnah Fatwa Azhar bulan Juni 1968, Dewan Majma ‘Buhuth Islamiyah pada Februari 1972, dan Muktamar ke-8 Majma bulan Oktober 1977.

 

Dar al-Ifta Mesir menambahkan, larangan ini karena Allah telah memelihara para rasul dan nabi tidak bisa ditiru oleh setan.

 

Allah memelihara para rasul dan nabi tidak bisa ditiru oleh manusia.

 



Dewan Mufti Kerajaan Negeri Sembilan Malaysia mengeluarkan pendapat, masalah melukis saja dalam Islam sudah banyak khilafiah.

 

Ada ulama yang melarang melukis atau membuat patung makhluk yang bernyawa.

 

 Mereka mendasarkan pada hadis dari Ibnu Umar RA bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya  orang-orang yang membuat gambar-gambar ini akan disiksa pada hari kiamat. Kepada mereka dikatakan, ‘Hidupkan apa yang kamu buat’."

(HR Muttafaq ‘Alaih).



Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah membagi hukum gambar secara umum berdasar illat (sebabnya).

 

Jika penggambaran itu untuk pemujaan dan penyembahan, maka hukumnya haram.

 

Jika untuk sarana pembelajaran, maka hukumnya mubah.

 

Jika untuk perhiasan, maka hukumnya:

1.       Jika tidak menimbulkan fitnah, maka hukumnya mubah.

 

2.       Jika timbul fitnah kepada maksiat, maka hukumnya makruh.

 

3.       Jika timbul fitnah kepada kemusyrikan, maka hukumnya haram.



Jika melukis secara umum terdapat khilafiyah, maka melukis wajah Nabi SAW dikhawatirkan akan mendatangkan madarat lebih besar.

 

Dalam kaidah fikih menghindari madarat lebih diutamakan daripada mengambil manfaat.

Hikmah dari larangan ini, yaitu menjaga kemurnian akidah umat Islam.

 

Dengan tidak adanya lukisan sosok Nabi, tidak akan terjadi pengultusan yang berlebihan terhadap beliau SAW.

 

Pengultusan yang berlebihan dikhawatirkan akan menjerumuskan seseorang kepada pemujaan kepada Nabi SAW melebihi pemujaan terhadap Allah SWT.



Nabi SAW sendiri dalam beberapa riwayat mengingatkan agar orang tidak memasang gambar orang saleh yang sudah meninggal.

 

Menurut Lembaga Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi, banyak kejadian yang menjadikan gambar orang saleh sebagai sarana peribadatan.



Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, Ummu Salamah dan Ummu Habibah pernah bercerita kepada Rasulullah SAW tentang gereja yang mereka lihat di negeri Habasyah (Etiopia) yang memajang gambar-gambar.

 

Rasulullah bersabda, "Jika ada orang saleh meninggal, mereka membangun masjid di atas kuburannya, lalu melukis gambar-gambar itu di dalam masjid. Mereka itu makhluk paling buruk di sisi Allah."



Diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari Aisyah, ia berkata, "Ketika Rasulullah SAW semakin merasakan sakit, beliau menutup muka dengan bajunya. Apabila rasa sakitnya berkurang, beliau membuka mukanya. Dalam kondisi seperti itu beliau bersabda, “Laknat Allah atas orang Yahudi dan Nasrani yang menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid’."



Imam Malik dalam kitab al-Muwaththa meriwayatkan Rasulullah SAW bersabda, "Ya Allah, janganlah Engkau jadikan kuburanku sebagai berhala yang disembah. Allah sangat murka kepada suatu kaum yang menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai masjid."

 

(Sumber internet)