Organisasi Profesi Guru

Presiden Jokowi memberi hormat kepada Guru-Guru se Indonesia.

Tema Gambar Slide 2

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Tema Gambar Slide 3

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Friday, November 24, 2017

514. WAKTU

MEMAHAMI MAKNA WAKTU
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

    Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang makna “waktu” menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Kata “waktu” (menurut KBBI V) bisa diartikan “seluruh rangkaian saat ketika proses, perbuatan, atau keadaan berada atau berlangsung”, “lamanya (saat tertentu)”, “saat yang tertentu untuk melakukan sesuatu”, “kesempatan”, tempo”, “peluang”, “ketika’’,  “saat”, “hari”, “keadaan hari”, dan “saat yang ditentukan berdasarkan pembagian bola dunia”.

     Dalam Al-Quran, kata “waqt” (waktu) ditemukan 3 kali, hanya saja konteks penggunaan dan makna yang dikandungnya tidak sama dengan yang dikemukakan di atas.
     Kata “waqt” digunakan dalam konteks pembicaraan tentang masa akhir hidup di dunia ini.
      Al-Quran surah Al-A’raf, surah ke-7 ayat 187.

يَسْأَلُونَكَ عَنِ السَّاعَةِ أَيَّانَ مُرْسَاهَا ۖ قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ رَبِّي ۖ لَا يُجَلِّيهَا لِوَقْتِهَا إِلَّا هُوَ ۚ ثَقُلَتْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ لَا تَأْتِيكُمْ إِلَّا بَغْتَةً ۗ يَسْأَلُونَكَ كَأَنَّكَ حَفِيٌّ عَنْهَا ۖ قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ اللَّهِ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

      “Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat,”Kapankah terjadinya?" Katakanlah,”Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku; tidak seorang pun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia. Kiamat itu amat berat (huru-haranya bagi makhluk) yang di langit dan di bumi. Kiamat itu tidak akan datang kepadamu melainkan dengan tiba-tiba”. Mereka bertanya kepadamu seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya. Katakanlah,”Sesungguhnya pengetahuan tentang hari kiamat itu adalah di sisi Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”.
      Al-Quran surah Al-Hijr, surah ke-15 ayat 38.

إِلَىٰ يَوْمِ الْوَقْتِ الْمَعْلُومِ

      “Sampai hari (suatu) waktu yang telah ditentukan”.
      Al-Quran surah Shad, surah ke-38 ayat 81.

إِلَىٰ يَوْمِ الْوَقْتِ الْمَعْلُومِ

      “Sampai kepada hari yang telah ditentukan waktunya (hari kiamat)".
      Dapat disimpulkan bahwa kata “waqt” yang dikaitkan dengan bekerja adalah “batas akhir dari masa yang seharusnya digunakan untuk bekerja”.    
     Kata lain yang digunakan oleh Al-Quran untuk menunjuk kepada “masa” adalah “ashr”, dan kata “ashr”  hanya ditemukan sekali dalam Al-Quran surah Al-Ashr, surah ke-103 ayat 1-3 yang kaitannya dengan “kerja keras” justru sangat jelas, karena  digunakan dalam konteks pembicaraan menyangkut kehidupan dunia.

وَالْعَصْرِ إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

      “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan saling menasihati supaya menaati kebenaran dan saling menasihati supaya menetapi kesabaran”.  
      Kata “ashr” terambil dari akar kata yang berarti “memeras atau menekan sekuat tenaga sehingga bagian yang terdalam dari sesuatu dapat keluar dan tampak di permukaan”.
    Al-Quran menamakan “ashr”, karena manusia dituntut untuk menggunakannya dengan sekuat tenaga, memeras keringat, sehingga “inti sari” kehidupan ini dapat diperoleh.
     Sedangkan “waktu menjelang terbenamnya matahari” juga dinamakan “ashr” (Asar), karena pada siang harinya seseorang telah memeras tenaganya untuk bekerja, dan malam harinya untuk beristirahat.
      Al-Quran surah An-Naml, surah ke-27 ayat 86.

أَلَمْ يَرَوْا أَنَّا جَعَلْنَا اللَّيْلَ لِيَسْكُنُوا فِيهِ وَالنَّهَارَ مُبْصِرًا ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ

       “Apakah mereka tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Kami telah menjadikan malam supaya mereka beristirahat padanya dan siang yang menerangi? Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman”.
      Modal utama manusia adalah “waktu”, sesuatu yang tidak mampu kita dapatkan sekarang atau gagal kita raih sekarang, masih mungkin kita raih esok hari, tetapi “waktu” yang telah berlalu tidak akan kembali lagi.
      Dalam Al-Quran surah Al-Ashr, surah ke-103 ayat 1-3 Allah bersumpah,”Demi 'Ashr” (waktu) semua manusia berada dalam wadah kerugian, karena manusia tidak menggunakan “waktu” (ashr) dengan baik, dan kerugian tersebut sering kali baru disadari pada waktu “Asar” (menjelang terbenamnya matahari).
     Al-Quran menjelaskan bahwa orang yang terhindar dari kerugian adalah orang-ornga yang memenuhi empat kriteria.
     Yang pertama, yaitu orang yang “beriman” kepada Allah (amanu), yang kedua, orang-orang yang “mengamalkan kebenaran” (amilush shalihat), yang ketiga, orang-orang yang “belajar dan mengajar menyangkut kebenaran” (tawashauw bil haq), dan yang keempat, orang-orang yang “sabar dan tabah dalam beramal serta mengajarkan kebenaran” (tawashauw bish shabr).
     Manusia masih mengalami kerugian apabila sekadar mengetahui kebenaran dan mengamalkan kebenaran, ternyata manusia masih dituntut untuk saling menjaga dan saling meningkatkan mutu keimanan, kemudian berjuang bersama guna menikmati anugerah dari Allah.
     Para ulama menjelaskan bahwa para sahabat Nabi selalu membaca surah Al-Ashr, surah ke-103 ayat 1-3 setiap akan berpisah, tampaknya umat Islam sekarang ini, perlu membaca surah Al-Ashr pada saat bertemu dan ketika berpisah, agar waktu kita dapat terisi dengan aktivitas yang bermanfaat dan tidak merugikan siapa pun.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

514. WAKTU

MEMAHAMI MAKNA WAKTU
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

    Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang makna “waktu” menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Kata “waktu” (menurut KBBI V) bisa diartikan “seluruh rangkaian saat ketika proses, perbuatan, atau keadaan berada atau berlangsung”, “lamanya (saat tertentu)”, “saat yang tertentu untuk melakukan sesuatu”, “kesempatan”, tempo”, “peluang”, “ketika’’,  “saat”, “hari”, “keadaan hari”, dan “saat yang ditentukan berdasarkan pembagian bola dunia”.

     Dalam Al-Quran, kata “waqt” (waktu) ditemukan 3 kali, hanya saja konteks penggunaan dan makna yang dikandungnya tidak sama dengan yang dikemukakan di atas.
     Kata “waqt” digunakan dalam konteks pembicaraan tentang masa akhir hidup di dunia ini.
      Al-Quran surah Al-A’raf, surah ke-7 ayat 187.

يَسْأَلُونَكَ عَنِ السَّاعَةِ أَيَّانَ مُرْسَاهَا ۖ قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ رَبِّي ۖ لَا يُجَلِّيهَا لِوَقْتِهَا إِلَّا هُوَ ۚ ثَقُلَتْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ لَا تَأْتِيكُمْ إِلَّا بَغْتَةً ۗ يَسْأَلُونَكَ كَأَنَّكَ حَفِيٌّ عَنْهَا ۖ قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ اللَّهِ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

      “Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat,”Kapankah terjadinya?" Katakanlah,”Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku; tidak seorang pun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia. Kiamat itu amat berat (huru-haranya bagi makhluk) yang di langit dan di bumi. Kiamat itu tidak akan datang kepadamu melainkan dengan tiba-tiba”. Mereka bertanya kepadamu seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya. Katakanlah,”Sesungguhnya pengetahuan tentang hari kiamat itu adalah di sisi Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”.
      Al-Quran surah Al-Hijr, surah ke-15 ayat 38.

إِلَىٰ يَوْمِ الْوَقْتِ الْمَعْلُومِ

      “Sampai hari (suatu) waktu yang telah ditentukan”.
      Al-Quran surah Shad, surah ke-38 ayat 81.

إِلَىٰ يَوْمِ الْوَقْتِ الْمَعْلُومِ

      “Sampai kepada hari yang telah ditentukan waktunya (hari kiamat)".
      Dapat disimpulkan bahwa kata “waqt” yang dikaitkan dengan bekerja adalah “batas akhir dari masa yang seharusnya digunakan untuk bekerja”.    
     Kata lain yang digunakan oleh Al-Quran untuk menunjuk kepada “masa” adalah “ashr”, dan kata “ashr”  hanya ditemukan sekali dalam Al-Quran surah Al-Ashr, surah ke-103 ayat 1-3 yang kaitannya dengan “kerja keras” justru sangat jelas, karena  digunakan dalam konteks pembicaraan menyangkut kehidupan dunia.

وَالْعَصْرِ إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

      “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan saling menasihati supaya menaati kebenaran dan saling menasihati supaya menetapi kesabaran”.  
      Kata “ashr” terambil dari akar kata yang berarti “memeras atau menekan sekuat tenaga sehingga bagian yang terdalam dari sesuatu dapat keluar dan tampak di permukaan”.
    Al-Quran menamakan “ashr”, karena manusia dituntut untuk menggunakannya dengan sekuat tenaga, memeras keringat, sehingga “inti sari” kehidupan ini dapat diperoleh.
     Sedangkan “waktu menjelang terbenamnya matahari” juga dinamakan “ashr” (Asar), karena pada siang harinya seseorang telah memeras tenaganya untuk bekerja, dan malam harinya untuk beristirahat.
      Al-Quran surah An-Naml, surah ke-27 ayat 86.

أَلَمْ يَرَوْا أَنَّا جَعَلْنَا اللَّيْلَ لِيَسْكُنُوا فِيهِ وَالنَّهَارَ مُبْصِرًا ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ

       “Apakah mereka tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Kami telah menjadikan malam supaya mereka beristirahat padanya dan siang yang menerangi? Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman”.
      Modal utama manusia adalah “waktu”, sesuatu yang tidak mampu kita dapatkan sekarang atau gagal kita raih sekarang, masih mungkin kita raih esok hari, tetapi “waktu” yang telah berlalu tidak akan kembali lagi.
      Dalam Al-Quran surah Al-Ashr, surah ke-103 ayat 1-3 Allah bersumpah,”Demi 'Ashr” (waktu) semua manusia berada dalam wadah kerugian, karena manusia tidak menggunakan “waktu” (ashr) dengan baik, dan kerugian tersebut sering kali baru disadari pada waktu “Asar” (menjelang terbenamnya matahari).
     Al-Quran menjelaskan bahwa orang yang terhindar dari kerugian adalah orang-ornga yang memenuhi empat kriteria.
     Yang pertama, yaitu orang yang “beriman” kepada Allah (amanu), yang kedua, orang-orang yang “mengamalkan kebenaran” (amilush shalihat), yang ketiga, orang-orang yang “belajar dan mengajar menyangkut kebenaran” (tawashauw bil haq), dan yang keempat, orang-orang yang “sabar dan tabah dalam beramal serta mengajarkan kebenaran” (tawashauw bish shabr).
     Manusia masih mengalami kerugian apabila sekadar mengetahui kebenaran dan mengamalkan kebenaran, ternyata manusia masih dituntut untuk saling menjaga dan saling meningkatkan mutu keimanan, kemudian berjuang bersama guna menikmati anugerah dari Allah.
     Para ulama menjelaskan bahwa para sahabat Nabi selalu membaca surah Al-Ashr, surah ke-103 ayat 1-3 setiap akan berpisah, tampaknya umat Islam sekarang ini, perlu membaca surah Al-Ashr pada saat bertemu dan ketika berpisah, agar waktu kita dapat terisi dengan aktivitas yang bermanfaat dan tidak merugikan siapa pun.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

514. WAKTU

MEMAHAMI MAKNA WAKTU
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

    Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang makna “waktu” menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Kata “waktu” (menurut KBBI V) bisa diartikan “seluruh rangkaian saat ketika proses, perbuatan, atau keadaan berada atau berlangsung”, “lamanya (saat tertentu)”, “saat yang tertentu untuk melakukan sesuatu”, “kesempatan”, tempo”, “peluang”, “ketika’’,  “saat”, “hari”, “keadaan hari”, dan “saat yang ditentukan berdasarkan pembagian bola dunia”.

     Dalam Al-Quran, kata “waqt” (waktu) ditemukan 3 kali, hanya saja konteks penggunaan dan makna yang dikandungnya tidak sama dengan yang dikemukakan di atas.
     Kata “waqt” digunakan dalam konteks pembicaraan tentang masa akhir hidup di dunia ini.
      Al-Quran surah Al-A’raf, surah ke-7 ayat 187.

يَسْأَلُونَكَ عَنِ السَّاعَةِ أَيَّانَ مُرْسَاهَا ۖ قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ رَبِّي ۖ لَا يُجَلِّيهَا لِوَقْتِهَا إِلَّا هُوَ ۚ ثَقُلَتْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ لَا تَأْتِيكُمْ إِلَّا بَغْتَةً ۗ يَسْأَلُونَكَ كَأَنَّكَ حَفِيٌّ عَنْهَا ۖ قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ اللَّهِ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

      “Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat,”Kapankah terjadinya?" Katakanlah,”Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku; tidak seorang pun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia. Kiamat itu amat berat (huru-haranya bagi makhluk) yang di langit dan di bumi. Kiamat itu tidak akan datang kepadamu melainkan dengan tiba-tiba”. Mereka bertanya kepadamu seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya. Katakanlah,”Sesungguhnya pengetahuan tentang hari kiamat itu adalah di sisi Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”.
      Al-Quran surah Al-Hijr, surah ke-15 ayat 38.

إِلَىٰ يَوْمِ الْوَقْتِ الْمَعْلُومِ

      “Sampai hari (suatu) waktu yang telah ditentukan”.
      Al-Quran surah Shad, surah ke-38 ayat 81.

إِلَىٰ يَوْمِ الْوَقْتِ الْمَعْلُومِ

      “Sampai kepada hari yang telah ditentukan waktunya (hari kiamat)".
      Dapat disimpulkan bahwa kata “waqt” yang dikaitkan dengan bekerja adalah “batas akhir dari masa yang seharusnya digunakan untuk bekerja”.    
     Kata lain yang digunakan oleh Al-Quran untuk menunjuk kepada “masa” adalah “ashr”, dan kata “ashr”  hanya ditemukan sekali dalam Al-Quran surah Al-Ashr, surah ke-103 ayat 1-3 yang kaitannya dengan “kerja keras” justru sangat jelas, karena  digunakan dalam konteks pembicaraan menyangkut kehidupan dunia.

وَالْعَصْرِ إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

      “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan saling menasihati supaya menaati kebenaran dan saling menasihati supaya menetapi kesabaran”.  
      Kata “ashr” terambil dari akar kata yang berarti “memeras atau menekan sekuat tenaga sehingga bagian yang terdalam dari sesuatu dapat keluar dan tampak di permukaan”.
    Al-Quran menamakan “ashr”, karena manusia dituntut untuk menggunakannya dengan sekuat tenaga, memeras keringat, sehingga “inti sari” kehidupan ini dapat diperoleh.
     Sedangkan “waktu menjelang terbenamnya matahari” juga dinamakan “ashr” (Asar), karena pada siang harinya seseorang telah memeras tenaganya untuk bekerja, dan malam harinya untuk beristirahat.
      Al-Quran surah An-Naml, surah ke-27 ayat 86.

أَلَمْ يَرَوْا أَنَّا جَعَلْنَا اللَّيْلَ لِيَسْكُنُوا فِيهِ وَالنَّهَارَ مُبْصِرًا ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ

       “Apakah mereka tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Kami telah menjadikan malam supaya mereka beristirahat padanya dan siang yang menerangi? Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman”.
      Modal utama manusia adalah “waktu”, sesuatu yang tidak mampu kita dapatkan sekarang atau gagal kita raih sekarang, masih mungkin kita raih esok hari, tetapi “waktu” yang telah berlalu tidak akan kembali lagi.
      Dalam Al-Quran surah Al-Ashr, surah ke-103 ayat 1-3 Allah bersumpah,”Demi 'Ashr” (waktu) semua manusia berada dalam wadah kerugian, karena manusia tidak menggunakan “waktu” (ashr) dengan baik, dan kerugian tersebut sering kali baru disadari pada waktu “Asar” (menjelang terbenamnya matahari).
     Al-Quran menjelaskan bahwa orang yang terhindar dari kerugian adalah orang-ornga yang memenuhi empat kriteria.
     Yang pertama, yaitu orang yang “beriman” kepada Allah (amanu), yang kedua, orang-orang yang “mengamalkan kebenaran” (amilush shalihat), yang ketiga, orang-orang yang “belajar dan mengajar menyangkut kebenaran” (tawashauw bil haq), dan yang keempat, orang-orang yang “sabar dan tabah dalam beramal serta mengajarkan kebenaran” (tawashauw bish shabr).
     Manusia masih mengalami kerugian apabila sekadar mengetahui kebenaran dan mengamalkan kebenaran, ternyata manusia masih dituntut untuk saling menjaga dan saling meningkatkan mutu keimanan, kemudian berjuang bersama guna menikmati anugerah dari Allah.
     Para ulama menjelaskan bahwa para sahabat Nabi selalu membaca surah Al-Ashr, surah ke-103 ayat 1-3 setiap akan berpisah, tampaknya umat Islam sekarang ini, perlu membaca surah Al-Ashr pada saat bertemu dan ketika berpisah, agar waktu kita dapat terisi dengan aktivitas yang bermanfaat dan tidak merugikan siapa pun.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

514. WAKTU

MEMAHAMI MAKNA WAKTU
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

    Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang makna “waktu” menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Kata “waktu” (menurut KBBI V) bisa diartikan “seluruh rangkaian saat ketika proses, perbuatan, atau keadaan berada atau berlangsung”, “lamanya (saat tertentu)”, “saat yang tertentu untuk melakukan sesuatu”, “kesempatan”, tempo”, “peluang”, “ketika’’,  “saat”, “hari”, “keadaan hari”, dan “saat yang ditentukan berdasarkan pembagian bola dunia”.

     Dalam Al-Quran, kata “waqt” (waktu) ditemukan 3 kali, hanya saja konteks penggunaan dan makna yang dikandungnya tidak sama dengan yang dikemukakan di atas.
     Kata “waqt” digunakan dalam konteks pembicaraan tentang masa akhir hidup di dunia ini.
      Al-Quran surah Al-A’raf, surah ke-7 ayat 187.

يَسْأَلُونَكَ عَنِ السَّاعَةِ أَيَّانَ مُرْسَاهَا ۖ قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ رَبِّي ۖ لَا يُجَلِّيهَا لِوَقْتِهَا إِلَّا هُوَ ۚ ثَقُلَتْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ لَا تَأْتِيكُمْ إِلَّا بَغْتَةً ۗ يَسْأَلُونَكَ كَأَنَّكَ حَفِيٌّ عَنْهَا ۖ قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ اللَّهِ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

      “Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat,”Kapankah terjadinya?" Katakanlah,”Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku; tidak seorang pun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia. Kiamat itu amat berat (huru-haranya bagi makhluk) yang di langit dan di bumi. Kiamat itu tidak akan datang kepadamu melainkan dengan tiba-tiba”. Mereka bertanya kepadamu seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya. Katakanlah,”Sesungguhnya pengetahuan tentang hari kiamat itu adalah di sisi Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”.
      Al-Quran surah Al-Hijr, surah ke-15 ayat 38.

إِلَىٰ يَوْمِ الْوَقْتِ الْمَعْلُومِ

      “Sampai hari (suatu) waktu yang telah ditentukan”.
      Al-Quran surah Shad, surah ke-38 ayat 81.

إِلَىٰ يَوْمِ الْوَقْتِ الْمَعْلُومِ

      “Sampai kepada hari yang telah ditentukan waktunya (hari kiamat)".
      Dapat disimpulkan bahwa kata “waqt” yang dikaitkan dengan bekerja adalah “batas akhir dari masa yang seharusnya digunakan untuk bekerja”.    
     Kata lain yang digunakan oleh Al-Quran untuk menunjuk kepada “masa” adalah “ashr”, dan kata “ashr”  hanya ditemukan sekali dalam Al-Quran surah Al-Ashr, surah ke-103 ayat 1-3 yang kaitannya dengan “kerja keras” justru sangat jelas, karena  digunakan dalam konteks pembicaraan menyangkut kehidupan dunia.

وَالْعَصْرِ إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

      “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan saling menasihati supaya menaati kebenaran dan saling menasihati supaya menetapi kesabaran”.  
      Kata “ashr” terambil dari akar kata yang berarti “memeras atau menekan sekuat tenaga sehingga bagian yang terdalam dari sesuatu dapat keluar dan tampak di permukaan”.
    Al-Quran menamakan “ashr”, karena manusia dituntut untuk menggunakannya dengan sekuat tenaga, memeras keringat, sehingga “inti sari” kehidupan ini dapat diperoleh.
     Sedangkan “waktu menjelang terbenamnya matahari” juga dinamakan “ashr” (Asar), karena pada siang harinya seseorang telah memeras tenaganya untuk bekerja, dan malam harinya untuk beristirahat.
      Al-Quran surah An-Naml, surah ke-27 ayat 86.

أَلَمْ يَرَوْا أَنَّا جَعَلْنَا اللَّيْلَ لِيَسْكُنُوا فِيهِ وَالنَّهَارَ مُبْصِرًا ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ

       “Apakah mereka tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Kami telah menjadikan malam supaya mereka beristirahat padanya dan siang yang menerangi? Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman”.
      Modal utama manusia adalah “waktu”, sesuatu yang tidak mampu kita dapatkan sekarang atau gagal kita raih sekarang, masih mungkin kita raih esok hari, tetapi “waktu” yang telah berlalu tidak akan kembali lagi.
      Dalam Al-Quran surah Al-Ashr, surah ke-103 ayat 1-3 Allah bersumpah,”Demi 'Ashr” (waktu) semua manusia berada dalam wadah kerugian, karena manusia tidak menggunakan “waktu” (ashr) dengan baik, dan kerugian tersebut sering kali baru disadari pada waktu “Asar” (menjelang terbenamnya matahari).
     Al-Quran menjelaskan bahwa orang yang terhindar dari kerugian adalah orang-ornga yang memenuhi empat kriteria.
     Yang pertama, yaitu orang yang “beriman” kepada Allah (amanu), yang kedua, orang-orang yang “mengamalkan kebenaran” (amilush shalihat), yang ketiga, orang-orang yang “belajar dan mengajar menyangkut kebenaran” (tawashauw bil haq), dan yang keempat, orang-orang yang “sabar dan tabah dalam beramal serta mengajarkan kebenaran” (tawashauw bish shabr).
     Manusia masih mengalami kerugian apabila sekadar mengetahui kebenaran dan mengamalkan kebenaran, ternyata manusia masih dituntut untuk saling menjaga dan saling meningkatkan mutu keimanan, kemudian berjuang bersama guna menikmati anugerah dari Allah.
     Para ulama menjelaskan bahwa para sahabat Nabi selalu membaca surah Al-Ashr, surah ke-103 ayat 1-3 setiap akan berpisah, tampaknya umat Islam sekarang ini, perlu membaca surah Al-Ashr pada saat bertemu dan ketika berpisah, agar waktu kita dapat terisi dengan aktivitas yang bermanfaat dan tidak merugikan siapa pun.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

514. WAKTU

MEMAHAMI MAKNA WAKTU
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

    Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang makna “waktu” menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Kata “waktu” (menurut KBBI V) bisa diartikan “seluruh rangkaian saat ketika proses, perbuatan, atau keadaan berada atau berlangsung”, “lamanya (saat tertentu)”, “saat yang tertentu untuk melakukan sesuatu”, “kesempatan”, tempo”, “peluang”, “ketika’’,  “saat”, “hari”, “keadaan hari”, dan “saat yang ditentukan berdasarkan pembagian bola dunia”.

     Dalam Al-Quran, kata “waqt” (waktu) ditemukan 3 kali, hanya saja konteks penggunaan dan makna yang dikandungnya tidak sama dengan yang dikemukakan di atas.
     Kata “waqt” digunakan dalam konteks pembicaraan tentang masa akhir hidup di dunia ini.
      Al-Quran surah Al-A’raf, surah ke-7 ayat 187.

يَسْأَلُونَكَ عَنِ السَّاعَةِ أَيَّانَ مُرْسَاهَا ۖ قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ رَبِّي ۖ لَا يُجَلِّيهَا لِوَقْتِهَا إِلَّا هُوَ ۚ ثَقُلَتْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ لَا تَأْتِيكُمْ إِلَّا بَغْتَةً ۗ يَسْأَلُونَكَ كَأَنَّكَ حَفِيٌّ عَنْهَا ۖ قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ اللَّهِ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

      “Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat,”Kapankah terjadinya?" Katakanlah,”Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku; tidak seorang pun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia. Kiamat itu amat berat (huru-haranya bagi makhluk) yang di langit dan di bumi. Kiamat itu tidak akan datang kepadamu melainkan dengan tiba-tiba”. Mereka bertanya kepadamu seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya. Katakanlah,”Sesungguhnya pengetahuan tentang hari kiamat itu adalah di sisi Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”.
      Al-Quran surah Al-Hijr, surah ke-15 ayat 38.

إِلَىٰ يَوْمِ الْوَقْتِ الْمَعْلُومِ

      “Sampai hari (suatu) waktu yang telah ditentukan”.
      Al-Quran surah Shad, surah ke-38 ayat 81.

إِلَىٰ يَوْمِ الْوَقْتِ الْمَعْلُومِ

      “Sampai kepada hari yang telah ditentukan waktunya (hari kiamat)".
      Dapat disimpulkan bahwa kata “waqt” yang dikaitkan dengan bekerja adalah “batas akhir dari masa yang seharusnya digunakan untuk bekerja”.    
     Kata lain yang digunakan oleh Al-Quran untuk menunjuk kepada “masa” adalah “ashr”, dan kata “ashr”  hanya ditemukan sekali dalam Al-Quran surah Al-Ashr, surah ke-103 ayat 1-3 yang kaitannya dengan “kerja keras” justru sangat jelas, karena  digunakan dalam konteks pembicaraan menyangkut kehidupan dunia.

وَالْعَصْرِ إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

      “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan saling menasihati supaya menaati kebenaran dan saling menasihati supaya menetapi kesabaran”.  
      Kata “ashr” terambil dari akar kata yang berarti “memeras atau menekan sekuat tenaga sehingga bagian yang terdalam dari sesuatu dapat keluar dan tampak di permukaan”.
    Al-Quran menamakan “ashr”, karena manusia dituntut untuk menggunakannya dengan sekuat tenaga, memeras keringat, sehingga “inti sari” kehidupan ini dapat diperoleh.
     Sedangkan “waktu menjelang terbenamnya matahari” juga dinamakan “ashr” (Asar), karena pada siang harinya seseorang telah memeras tenaganya untuk bekerja, dan malam harinya untuk beristirahat.
      Al-Quran surah An-Naml, surah ke-27 ayat 86.

أَلَمْ يَرَوْا أَنَّا جَعَلْنَا اللَّيْلَ لِيَسْكُنُوا فِيهِ وَالنَّهَارَ مُبْصِرًا ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ

       “Apakah mereka tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Kami telah menjadikan malam supaya mereka beristirahat padanya dan siang yang menerangi? Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman”.
      Modal utama manusia adalah “waktu”, sesuatu yang tidak mampu kita dapatkan sekarang atau gagal kita raih sekarang, masih mungkin kita raih esok hari, tetapi “waktu” yang telah berlalu tidak akan kembali lagi.
      Dalam Al-Quran surah Al-Ashr, surah ke-103 ayat 1-3 Allah bersumpah,”Demi 'Ashr” (waktu) semua manusia berada dalam wadah kerugian, karena manusia tidak menggunakan “waktu” (ashr) dengan baik, dan kerugian tersebut sering kali baru disadari pada waktu “Asar” (menjelang terbenamnya matahari).
     Al-Quran menjelaskan bahwa orang yang terhindar dari kerugian adalah orang-ornga yang memenuhi empat kriteria.
     Yang pertama, yaitu orang yang “beriman” kepada Allah (amanu), yang kedua, orang-orang yang “mengamalkan kebenaran” (amilush shalihat), yang ketiga, orang-orang yang “belajar dan mengajar menyangkut kebenaran” (tawashauw bil haq), dan yang keempat, orang-orang yang “sabar dan tabah dalam beramal serta mengajarkan kebenaran” (tawashauw bish shabr).
     Manusia masih mengalami kerugian apabila sekadar mengetahui kebenaran dan mengamalkan kebenaran, ternyata manusia masih dituntut untuk saling menjaga dan saling meningkatkan mutu keimanan, kemudian berjuang bersama guna menikmati anugerah dari Allah.
     Para ulama menjelaskan bahwa para sahabat Nabi selalu membaca surah Al-Ashr, surah ke-103 ayat 1-3 setiap akan berpisah, tampaknya umat Islam sekarang ini, perlu membaca surah Al-Ashr pada saat bertemu dan ketika berpisah, agar waktu kita dapat terisi dengan aktivitas yang bermanfaat dan tidak merugikan siapa pun.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

Thursday, November 23, 2017

513. JIHAD

JIHAD ADALAH PUNCAK AKTIVITAS
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

    Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang jihad adalah puncak segala aktivitas?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Apabila berbicara tentang “kepahlawanan”, biasanya mengundang pembicaraan tentang “jihad”, karena tidak ada “kepahlawanan tanpa jihad”, tetapi terjadi  kesalahpahaman tentang pengertian “jihad”.
    Hal itu mungkin disebabkan oleh karena kata “jihad” baru terucapkan pada saat peijuangan fisik, sehingga diidentikkan “jihad” adalah “perlawanan bersenjata”, dan kesalahpahaman itu disuburkan oleh terjemahan yang keliru terhadap ayat Al-Quran, yaitu “jihad” diartikan “anfus dan harta benda”.
     Kata “anfus” sering kali diterjemahkan dengan “jiwa”, seperti dalam terjemahan Al-Quran oleh Departemen Agama RI.
      Al-Quran surah Al-Anfal, surah ke-8 ayat 72 menyatakan berjihad dengan harta dan jiwa.

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ آوَوْا وَنَصَرُوا أُولَٰئِكَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۚ وَالَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يُهَاجِرُوا مَا لَكُمْ مِنْ وَلَايَتِهِمْ مِنْ شَيْءٍ حَتَّىٰ يُهَاجِرُوا ۚ وَإِنِ اسْتَنْصَرُوكُمْ فِي الدِّينِ فَعَلَيْكُمُ النَّصْرُ إِلَّا عَلَىٰ قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِيثَاقٌ ۗ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

      “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung-melindungi. Dan (terhadap) orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikit pun atasmu melindungi mereka, sebelum mereka berhijrah. (Akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”.
      Al-Quran surah Al-Hujurat, surah ke-49 ayat 15. 72 menyatakan berjihad dengan harta dan jiwa.

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ
    
    “Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar”.
      Al-Quran surah At-Taubah, surah ke-9 ayat 88 menyatakan berjihad dengan harta dan diri.

لَٰكِنِ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ جَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ ۚ وَأُولَٰئِكَ لَهُمُ الْخَيْرَاتُ ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

      “Tetapi Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya, mereka berjihad dengan harta dan diri mereka. Dan mereka itulah orang-orang yang memperoleh kebaikan; dan mereka itulah (pula) orang-orang yang beruntung”.
     Kata “anfus” dalam Al-Quran mempunyai banyak arti, yaitu “nyawa”, “hati”, “jenis”, dan “totalitas manusia” yang terpadu jiwa raganya.
     Al-Quran mempersonifikasikan wujud seseorang di hadapan Allah dan masyarakat dengan menggunakan kata “nafs”, sehingga tidak meleset apabila kata “anfus” dalam konteks jihad dipahami dalam arti “totalitas manusia”.
    Sehingga, kata “nafs” artinya mencakup “nyawa”, “emosi”, “pengetahuan”, “tenaga dan pikiran”, serta “waktu dan tempat”, karena manusia tidak dapat memisahkan diri dari waktu dan tempat.
    Pengertian ini diperkuat dengan adanya perintah “betjihad” tanpa menyebutkan “nafs” atau “harta benda”.
      Al-Quran surah Al-Haj, surah ke-22 ayat 78 memerintahkan berjihad dengan sebenar-benarnya.

وَجَاهِدُوا فِي اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ ۚ هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ ۚ مِلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ ۚ هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ وَفِي هَٰذَا لِيَكُونَ الرَّسُولُ شَهِيدًا عَلَيْكُمْ وَتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ ۚ فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَاعْتَصِمُوا بِاللَّهِ هُوَ مَوْلَاكُمْ ۖ فَنِعْمَ الْمَوْلَىٰ وَنِعْمَ النَّصِيرُ

      “Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al-Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikan salat, tunaikan zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong”.  
    Dalam Al-Quran terdapat 40 kali kata “jihad” dengan berbagai bentuknya, dan makna “jihad” bermuara pada “mencurahkan seluruh kemampuan” atau “menanggung pengorbanan”.
    Seorang “mujahid” adalah “orang yang mencurahkan seluruh kemampuannya dan berkorban dengan tenaga, pikiran, emosi, nyawa, dan apa saja yang berkaitan dengan diri manusia”.
     Sedangkan “jihad” adalah “cara untuk mencapai tujuan”, sehingga ketika seseorang dalam “berjihad”, maka dia tidak mengenal putus asa, tidak mudah menyerah, tidak lemah, dan tanpa pamrih apa pun.
     Dalam berjihad memerlukan modal, maka dalam berjihad disesuaikan dengan modal yang dimiliki dan tujuan yang ingin dicapai, artinya selama tujuan berjihad belum tercapai dan selama masih ada modal yang dimiliki, maka dituntut terus berjihad dengan modal yag tersedia, sehingga para mujahid tidak mengambil apa pun, tetapi memberikan sesuatu.
     Seorang “mujahid” hanya mengharapkan imbalan dari Allah saja, karena berjihad diperintahkan untuk dilakukan semata-mata karena Allah, sehingga berjihad adalah titik tolak seluruh upaya, karena “jihad” adalah “puncak segala aktivitas”.
      Al-Quran surah Al-Ankabut, surah ke-29 ayat 6 menyatakan berjihad adalah untuk dirinya sendiri.

وَمَنْ جَاهَدَ فَإِنَّمَا يُجَاهِدُ لِنَفْسِهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ لَغَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ
     
      “Dan barangsiapa yang berjihad, maka sesungguhnya jihadnya itu adalah untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam”.
     Kesadaran untuk “berjihad” berdasarkan pengetahuan dan tidak dengan paksaan, sehingga seorang “mujahid” bersedia berkorban apa pun.
     Terdapat bermacam-macam jihad dan hasilnya, misalnya hasil berjihad seorang ilmuwan adalah pemanfaatan ilmunya, sedangkan hasil berjihad seorang karyawan adalah karyanya yang baik, hasil berjihad seorang guru adalah hasil pendidikannya yang sempurna, hasil berjihad seorang pemimpin adalah keadilannya, hasil berjihad seorang pengusaha adalah kejujurannya, dan seterusnya.
      Berjihad dalam merebut kemerdekaan adalah dengan bertaruh harta dan nyawa, sedangkan berjihad dalam zaman sekarang adalah dengan menjaga keamanan harta dan nyawa, serta mewujudkan kemanusiaan yang adil dan beradab, dan menegakkan keadilan sosial bagi selutruh rakyat Indonesia.
      Al-Quran surah Ali Imran, surah ke-3 ayat 142.

أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَعْلَمِ اللَّهُ الَّذِينَ جَاهَدُوا مِنْكُمْ وَيَعْلَمَ الصَّابِرِينَ

      “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antaramu, dan belum nyata orang-orang yang sabar.”

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

513. JIHAD

JIHAD ADALAH PUNCAK AKTIVITAS
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

    Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang jihad adalah puncak segala aktivitas?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Apabila berbicara tentang “kepahlawanan”, biasanya mengundang pembicaraan tentang “jihad”, karena tidak ada “kepahlawanan tanpa jihad”, tetapi terjadi  kesalahpahaman tentang pengertian “jihad”.
    Hal itu mungkin disebabkan oleh karena kata “jihad” baru terucapkan pada saat peijuangan fisik, sehingga diidentikkan “jihad” adalah “perlawanan bersenjata”, dan kesalahpahaman itu disuburkan oleh terjemahan yang keliru terhadap ayat Al-Quran, yaitu “jihad” diartikan “anfus dan harta benda”.
     Kata “anfus” sering kali diterjemahkan dengan “jiwa”, seperti dalam terjemahan Al-Quran oleh Departemen Agama RI.
      Al-Quran surah Al-Anfal, surah ke-8 ayat 72 menyatakan berjihad dengan harta dan jiwa.

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ آوَوْا وَنَصَرُوا أُولَٰئِكَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۚ وَالَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يُهَاجِرُوا مَا لَكُمْ مِنْ وَلَايَتِهِمْ مِنْ شَيْءٍ حَتَّىٰ يُهَاجِرُوا ۚ وَإِنِ اسْتَنْصَرُوكُمْ فِي الدِّينِ فَعَلَيْكُمُ النَّصْرُ إِلَّا عَلَىٰ قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِيثَاقٌ ۗ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

      “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung-melindungi. Dan (terhadap) orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikit pun atasmu melindungi mereka, sebelum mereka berhijrah. (Akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”.
      Al-Quran surah Al-Hujurat, surah ke-49 ayat 15. 72 menyatakan berjihad dengan harta dan jiwa.

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ
    
    “Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar”.
      Al-Quran surah At-Taubah, surah ke-9 ayat 88 menyatakan berjihad dengan harta dan diri.

لَٰكِنِ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ جَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ ۚ وَأُولَٰئِكَ لَهُمُ الْخَيْرَاتُ ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

      “Tetapi Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya, mereka berjihad dengan harta dan diri mereka. Dan mereka itulah orang-orang yang memperoleh kebaikan; dan mereka itulah (pula) orang-orang yang beruntung”.
     Kata “anfus” dalam Al-Quran mempunyai banyak arti, yaitu “nyawa”, “hati”, “jenis”, dan “totalitas manusia” yang terpadu jiwa raganya.
     Al-Quran mempersonifikasikan wujud seseorang di hadapan Allah dan masyarakat dengan menggunakan kata “nafs”, sehingga tidak meleset apabila kata “anfus” dalam konteks jihad dipahami dalam arti “totalitas manusia”.
    Sehingga, kata “nafs” artinya mencakup “nyawa”, “emosi”, “pengetahuan”, “tenaga dan pikiran”, serta “waktu dan tempat”, karena manusia tidak dapat memisahkan diri dari waktu dan tempat.
    Pengertian ini diperkuat dengan adanya perintah “betjihad” tanpa menyebutkan “nafs” atau “harta benda”.
      Al-Quran surah Al-Haj, surah ke-22 ayat 78 memerintahkan berjihad dengan sebenar-benarnya.

وَجَاهِدُوا فِي اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ ۚ هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ ۚ مِلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ ۚ هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ وَفِي هَٰذَا لِيَكُونَ الرَّسُولُ شَهِيدًا عَلَيْكُمْ وَتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ ۚ فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَاعْتَصِمُوا بِاللَّهِ هُوَ مَوْلَاكُمْ ۖ فَنِعْمَ الْمَوْلَىٰ وَنِعْمَ النَّصِيرُ

      “Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al-Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikan salat, tunaikan zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong”.  
    Dalam Al-Quran terdapat 40 kali kata “jihad” dengan berbagai bentuknya, dan makna “jihad” bermuara pada “mencurahkan seluruh kemampuan” atau “menanggung pengorbanan”.
    Seorang “mujahid” adalah “orang yang mencurahkan seluruh kemampuannya dan berkorban dengan tenaga, pikiran, emosi, nyawa, dan apa saja yang berkaitan dengan diri manusia”.
     Sedangkan “jihad” adalah “cara untuk mencapai tujuan”, sehingga ketika seseorang dalam “berjihad”, maka dia tidak mengenal putus asa, tidak mudah menyerah, tidak lemah, dan tanpa pamrih apa pun.
     Dalam berjihad memerlukan modal, maka dalam berjihad disesuaikan dengan modal yang dimiliki dan tujuan yang ingin dicapai, artinya selama tujuan berjihad belum tercapai dan selama masih ada modal yang dimiliki, maka dituntut terus berjihad dengan modal yag tersedia, sehingga para mujahid tidak mengambil apa pun, tetapi memberikan sesuatu.
     Seorang “mujahid” hanya mengharapkan imbalan dari Allah saja, karena berjihad diperintahkan untuk dilakukan semata-mata karena Allah, sehingga berjihad adalah titik tolak seluruh upaya, karena “jihad” adalah “puncak segala aktivitas”.
      Al-Quran surah Al-Ankabut, surah ke-29 ayat 6 menyatakan berjihad adalah untuk dirinya sendiri.

وَمَنْ جَاهَدَ فَإِنَّمَا يُجَاهِدُ لِنَفْسِهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ لَغَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ
     
      “Dan barangsiapa yang berjihad, maka sesungguhnya jihadnya itu adalah untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam”.
     Kesadaran untuk “berjihad” berdasarkan pengetahuan dan tidak dengan paksaan, sehingga seorang “mujahid” bersedia berkorban apa pun.
     Terdapat bermacam-macam jihad dan hasilnya, misalnya hasil berjihad seorang ilmuwan adalah pemanfaatan ilmunya, sedangkan hasil berjihad seorang karyawan adalah karyanya yang baik, hasil berjihad seorang guru adalah hasil pendidikannya yang sempurna, hasil berjihad seorang pemimpin adalah keadilannya, hasil berjihad seorang pengusaha adalah kejujurannya, dan seterusnya.
      Berjihad dalam merebut kemerdekaan adalah dengan bertaruh harta dan nyawa, sedangkan berjihad dalam zaman sekarang adalah dengan menjaga keamanan harta dan nyawa, serta mewujudkan kemanusiaan yang adil dan beradab, dan menegakkan keadilan sosial bagi selutruh rakyat Indonesia.
      Al-Quran surah Ali Imran, surah ke-3 ayat 142.

أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَعْلَمِ اللَّهُ الَّذِينَ جَاهَدُوا مِنْكُمْ وَيَعْلَمَ الصَّابِرِينَ

      “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antaramu, dan belum nyata orang-orang yang sabar.”

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online