Organisasi Profesi Guru

Presiden Jokowi memberi hormat kepada Guru-Guru se Indonesia.

Tema Gambar Slide 2

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Tema Gambar Slide 3

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Thursday, May 31, 2018

865. HAJI 2018

JADWAL KEGIATAN HAJI 2018
(Oleh: Yusron Hadi bin HM Tauchid Ismail, Sidoarjo Jawa Timur)
1) 16 Juli 2018 M (3 Dzulqa’dah1439 H): Calon jamaah masuk asrama haji Surabaya.
2) 17 Juli 2018 M (4 Dzulqa’dah 1439 H): Awal pemberangkatan gelombang 1 dari bandara Juanda ke bandara Madinah.
3) 26 Juli 2018 M (13 Dzulqa’dah 1439 H): Awal pemberangkatan gelombang 1 dari Madinah ke Mekah (naik bis).
4) 29 Juli 2018 M (16 Dzulqa’dah 1439 H): Akhir pemberangkatan gelombang 1 dari bandara Juanda ke bandara Madinah.
5) 30 juli 2018 M (17 Dzulqa’dah 1439 H): Awal pemberangkatan gelombang 2 dari bandara Juanda ke bandara Jeddah.
6) 8 Agustus 2018 M (26 Dzulqa’dah 1439 H) : Akhir pemberangkatan gelombang 1 dari Madinah ke Mekah (naik bis).
7) 15 Agustus 2018 M (4 Dzulhijah 1439 H): Akhir pemberangkatan gelombang 2 dari bandara Juanda ke bandara Madinah.
8) 15 Agustus 2018 M (4 Dzulhijah 1439 H): Bandara Jeddah tertutup untuk penerbangan.
9) 19 Agustus 2018 M (8 Dzulhijah 1439 H): Hari Tarwiyah.
10) 20 Agustus 2018 M (9 Dzulhijah 1439 H) : Wukuf di Arafah (hari Senin).
11) 21 Agustus 2018 M (10 Dzulhijah 1439 H): Hari Raya Idul Adha 1439 H
12) 22 Agustus 2018 M (11 Dzulhijah 1439 H): Hari Tasyrik 1.
13) 23 agustus 2018 M (12 Dzulhijah 1439 H): Hari Tasyrik 2 (Nafar Awal).
14) 24 Agustus 2018 M (13 Dzulhijah 1439 H): Hari Tasyrik 3 (Nafar Tsani).
15) 26 Agustus 2018 M (15 Dzulhijah 1439 H): Awal pemulangan gelombang 1 dari bandara Jeddah ke bandara Juanda.
16) 26 Agustus 2018 M (15 Dzulhijah 1439 H): Awal kedatangan gelombang 1 di bandara Juanda.
17) 30 Agustus 2018 M (19 Dzulhijah 1439 H): Awal pemberangkatan gelombang 2 dari Mekah ke Madinah (naik bis).
18) 7 September 2018 M (27 Dzulhijah 1439 H): Akhir pemulangan gelombang 1 dari bandara Jeddah ke bandara Juanda.
19) 8 September 2018 M (28 Dzulhijah 1439 H): Awal pemulangan gelombang 2 dari bandara Madinah ke bandara Juanda.
20) 11 September 2018 M (1 Muharram 1440 H): Tahun Baru Islam 1440 Hijrah.
21) 15 September 2018 M (5 Muharram 1440 H): Akhir pemberangkatan gelombang 2 dari Mekah ke Madinah (naik bis).
22) 24 September 2018 M (14 Muharram 1440 H): Akhir pemulangan gelombang 2 dari bandara Madinah ke bandara Juanda.
23) 25 September 2018 M (15 Muharram 1440 H): Akhir kedatangan gelombang 2 dari bandara Madinah ke bandara Juanda.
(Sumber: Kementerian Agama RI, 15 Januari 2018)

865.HAJI 2018

JADWAL KEGIATAN HAJI 2018
(Oleh: Yusron Hadi bin HM Tauchid Ismail, Sidoarjo Jawa Timur)
1) 16 Juli 2018 M (3 Dzulqa’dah1439 H): Calon jamaah masuk asrama haji Surabaya.
2) 17 Juli 2018 M (4 Dzulqa’dah 1439 H): Awal pemberangkatan gelombang 1 dari bandara Juanda ke bandara Madinah.
3) 26 Juli 2018 M (13 Dzulqa’dah 1439 H): Awal pemberangkatan gelombang 1 dari Madinah ke Mekah (naik bis).
4) 29 Juli 2018 M (16 Dzulqa’dah 1439 H): Akhir pemberangkatan gelombang 1 dari bandara Juanda ke bandara Madinah.
5) 30 juli 2018 M (17 Dzulqa’dah 1439 H): Awal pemberangkatan gelombang 2 dari bandara Juanda ke bandara Jeddah.
6) 8 Agustus 2018 M (26 Dzulqa’dah 1439 H) : Akhir pemberangkatan gelombang 1 dari Madinah ke Mekah (naik bis).
7) 15 Agustus 2018 M (4 Dzulhijah 1439 H): Akhir pemberangkatan gelombang 2 dari bandara Juanda ke bandara Madinah.
8) 15 Agustus 2018 M (4 Dzulhijah 1439 H): Bandara Jeddah tertutup untuk penerbangan.
9) 19 Agustus 2018 M (8 Dzulhijah 1439 H): Hari Tarwiyah.
10) 20 Agustus 2018 M (9 Dzulhijah 1439 H) : Wukuf di Arafah (hari Senin).
11) 21 Agustus 2018 M (10 Dzulhijah 1439 H): Hari Raya Idul Adha 1439 H
12) 22 Agustus 2018 M (11 Dzulhijah 1439 H): Hari Tasyrik 1.
13) 23 agustus 2018 M (12 Dzulhijah 1439 H): Hari Tasyrik 2 (Nafar Awal).
14) 24 Agustus 2018 M (13 Dzulhijah 1439 H): Hari Tasyrik 3 (Nafar Tsani).
15) 26 Agustus 2018 M (15 Dzulhijah 1439 H): Awal pemulangan gelombang 1 dari bandara Jeddah ke bandara Juanda.
16) 26 Agustus 2018 M (15 Dzulhijah 1439 H): Awal kedatangan gelombang 1 di bandara Juanda.
17) 30 Agustus 2018 M (19 Dzulhijah 1439 H): Awal pemberangkatan gelombang 2 dari Mekah ke Madinah (naik bis).
18) 7 September 2018 M (27 Dzulhijah 1439 H): Akhir pemulangan gelombang 1 dari bandara Jeddah ke bandara Juanda.
19) 8 September 2018 M (28 Dzulhijah 1439 H): Awal pemulangan gelombang 2 dari bandara Madinah ke bandara Juanda.
20) 11 September 2018 M (1 Muharram 1440 H): Tahun Baru Islam 1440 Hijrah.
21) 15 September 2018 M (5 Muharram 1440 H): Akhir pemberangkatan gelombang 2 dari Mekah ke Madinah (naik bis).
22) 24 September 2018 M (14 Muharram 1440 H): Akhir pemulangan gelombang 2 dari bandara Madinah ke bandara Juanda.
23) 25 September 2018 M (15 Muharram 1440 H): Akhir kedatangan gelombang 2 dari bandara Madinah ke bandara Juanda.
(Sumber: Kementerian Agama RI, 15 Januari 2018)

865. HAJI 2018

JADWAL KEGIATAN HAJI 2018
(Oleh: Yusron Hadi bin HM Tauchid Ismail, Sidoarjo Jawa Timur)
1) 16 Juli 2018 M (3 Dzulqa’dah1439 H): Calon jamaah masuk asrama haji Surabaya.
2) 17 Juli 2018 M (4 Dzulqa’dah 1439 H): Awal pemberangkatan gelombang 1 dari bandara Juanda ke bandara Madinah.
3) 26 Juli 2018 M (13 Dzulqa’dah 1439 H): Awal pemberangkatan gelombang 1 dari Madinah ke Mekah (naik bis).
4) 29 Juli 2018 M (16 Dzulqa’dah 1439 H): Akhir pemberangkatan gelombang 1 dari bandara Juanda ke bandara Madinah.
5) 30 juli 2018 M (17 Dzulqa’dah 1439 H): Awal pemberangkatan gelombang 2 dari bandara Juanda ke bandara Jeddah.
6) 8 Agustus 2018 M (26 Dzulqa’dah 1439 H) : Akhir pemberangkatan gelombang 1 dari Madinah ke Mekah (naik bis).
7) 15 Agustus 2018 M (4 Dzulhijah 1439 H): Akhir pemberangkatan gelombang 2 dari bandara Juanda ke bandara Madinah.
8) 15 Agustus 2018 M (4 Dzulhijah 1439 H): Bandara Jeddah tertutup untuk penerbangan.
9) 19 Agustus 2018 M (8 Dzulhijah 1439 H): Hari Tarwiyah.
10) 20 Agustus 2018 M (9 Dzulhijah 1439 H) : Wukuf di Arafah (hari Senin).
11) 21 Agustus 2018 M (10 Dzulhijah 1439 H): Hari Raya Idul Adha 1439 H
12) 22 Agustus 2018 M (11 Dzulhijah 1439 H): Hari Tasyrik 1.
13) 23 agustus 2018 M (12 Dzulhijah 1439 H): Hari Tasyrik 2 (Nafar Awal).
14) 24 Agustus 2018 M (13 Dzulhijah 1439 H): Hari Tasyrik 3 (Nafar Tsani).
15) 26 Agustus 2018 M (15 Dzulhijah 1439 H): Awal pemulangan gelombang 1 dari bandara Jeddah ke bandara Juanda.
16) 26 Agustus 2018 M (15 Dzulhijah 1439 H): Awal kedatangan gelombang 1 di bandara Juanda.
17) 30 Agustus 2018 M (19 Dzulhijah 1439 H): Awal pemberangkatan gelombang 2 dari Mekah ke Madinah (naik bis).
18) 7 September 2018 M (27 Dzulhijah 1439 H): Akhir pemulangan gelombang 1 dari bandara Jeddah ke bandara Juanda.
19) 8 September 2018 M (28 Dzulhijah 1439 H): Awal pemulangan gelombang 2 dari bandara Madinah ke bandara Juanda.
20) 11 September 2018 M (1 Muharram 1440 H): Tahun Baru Islam 1440 Hijrah.
21) 15 September 2018 M (5 Muharram 1440 H): Akhir pemberangkatan gelombang 2 dari Mekah ke Madinah (naik bis).
22) 24 September 2018 M (14 Muharram 1440 H): Akhir pemulangan gelombang 2 dari bandara Madinah ke bandara Juanda.
23) 25 September 2018 M (15 Muharram 1440 H): Akhir kedatangan gelombang 2 dari bandara Madinah ke bandara Juanda.
(Sumber: Kementerian Agama RI, 15 Januari 2018)

864. HALAL

ARTI HALAL BIHALAL
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

      Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang pengertian halal bihalal menurut agama Islam?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Halal bihalal adalah dua kata ciri khas Islam Indonesia yang sering diucapkan dalam suasana Hari Raya Idul Fitri, biasanya disertai dengan kalimat “Minal Aizin Wal Faizin” dan “Mohon Maaf Lahir Batin”.
     Arti halal bihalal adalah berikut ini.
    Ke-1, Dalam pengertian hukum Islam, biasanya kata “halal” dihadapkan dengan kata “haram”. Kata “haram” artinya “sesuatu yang terlarang, yang melanggar berdosa dan mengundang siksa”, sedangkan kata “halal” artinya “sesuatu yang dibolehkan dan tidak mengundang dosa”.
      Kalimat “halal bihalal” dapat diartikan “menjadikan sikap kita terhadap pihak lain yang semula haram dan berakibat dosa berubah menjadi halal dengan cara memohon maaf”.
       Ke-2, Dalam pengertian bahasa, akar kata “halal” membentuk berbagai kata dan memiliki arti beraneka ragam sesuai dengan rangkaian kata berikutnya. Kata “halal” dapat diartikan “menyelesaikan masalah, meluruskan benang kusut, melepaskan ikatan dan mencairkan yang beku”.
      Kegiatan halal bihalal adalah bentuk aktifitas yang mengantarkan para pelaku  meluruskan benang kusut, menghangatkan hubungan yang membeku sehingga cair kembali, melepaskan ikatan yang membelenggu dan menyelesaikan masalah yang mengganggu, sehingga harmonis kembali.
      Itulah substansi halal bihalal, bungkusnya memang unik, salah satu ciri khas umat Islam Indonesia, tetapi hakikatnya merupakan ajaran Islam.
      Halal Bihalal (menurut KBBI V) adalah “hal maaf memaafkan setelah menunaikan ibadah puasa Ramadan”. Biasanya diadakan di sebuah tempat tertentu berupa aula, auditorium dan sebagainya. Berhalal bihalal artinya bermaaf-maafan pada saat Lebaran dan saling memaafkan pada waktu Hari Raya Idul Fitri.
      Kata “halal” terulang 6 kali dalam Al-Quran, yang 4 kali dalam perintah “makan” yang disifati dengan kata “Thayyibah”, yang artinya “baik” dan “menyenangkan” serta 2 kali dalam konteks “kecaman”.
     Istilah halal mencakup empat hal, yaitu wajib (harus dikerjakan), sunah (dianjurkan), makruh (tidak disukai) dan mubah (pilihan bebas, boleh dilakukan dan boleh tidak dikerjakan).
          Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2, ayat 168.

يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

      “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal dan baik yang terdapat di bumi. Jangan kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh nyata bagimu.”
      Al-Quran surah Al-Anfal, surah ke-8, ayat 69.

فَكُلُوا مِمَّا غَنِمْتُمْ حَلَالًا طَيِّبًا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

      “Maka makanlah sebagian rampasan perang yang kamu ambil. Sebagai makanan halal dan baik. Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
      Al-Quran surah Al-Maidah, surah ke-5, ayat 88.

وَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا طَيِّبًا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي أَنْتُمْ بِهِ مُؤْمِنُونَ

      “Dan makanlah makanan halal dan baik yang Allah telah rezekikan kepadamu. Bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.”
      Al-Quran surah An-Nahl, surah ke16, ayat 114.

فَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا طَيِّبًا وَاشْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ

      “Makanlah yang halal dan baik rezeki yang diberikan Allah kepadamu. Syukuri nikmat Allah. Jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah.”
      Setiap tahun mendekati Hari Raya Idul Fitri arus mudik amat besar, banyak penduduk kota pulang ke desa, kembali ke kampung halaman mereka.
     Mereka bersilaturahmi menyambung tali persaudaraan, berlibur, dan bernostalgia, meskipun sebagian orang berpendapat dalam kegiatan mudik terdapat orang-orang yang memamerkan keberhasilan dan menunjukkan hasil  kesuksesan yang diraih di kota.
     Mudik yang terkait dengan silaturahmi adalah ajaran yang dianjurkan Islam, karena kata “silaturahmi” berasal dari kata “silat” dan “rahim”.
       Kata “silat” artinya “menyambung” dan “menghimpun”,  serta kata “rahim” berarti “kasih sayang” dan “peranakan” atau “kandungan”, karena anak yang dikandung memperoleh curahan kasih sayang.
      Hubungan yang renggang, bahkan terputus, antara orang yang berada di kota dengan orang di kampung halaman, karena aneka faktor dan berbagai alasan diharapkan akan tersambung dengan silaturahmi.
     Hakikat halal bihalal dan silaturahmi adalah memulihkan hubungan dan menyambung tali yang putus yang terjadi di antara saudara, keluarga, teman, dan pihak lainnya.
      Nabi Bersabda, “Bukan silaturahmi namanya, orang yang membalas kunjungan atau pemberian, tetapi yang dinamakan silaturahmi adalah menyambung yang putus.”
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
2. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
3. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.
4. Tafsirq.com online

864. HALAL

ARTI HALAL BIHALAL
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

      Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang pengertian halal bihalal menurut agama Islam?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Halal bihalal adalah dua kata ciri khas Islam Indonesia yang sering diucapkan dalam suasana Hari Raya Idul Fitri, biasanya disertai dengan kalimat “Minal Aizin Wal Faizin” dan “Mohon Maaf Lahir Batin”.
     Arti halal bihalal adalah berikut ini.
    Ke-1, Dalam pengertian hukum Islam, biasanya kata “halal” dihadapkan dengan kata “haram”. Kata “haram” artinya “sesuatu yang terlarang, yang melanggar berdosa dan mengundang siksa”, sedangkan kata “halal” artinya “sesuatu yang dibolehkan dan tidak mengundang dosa”.
      Kalimat “halal bihalal” dapat diartikan “menjadikan sikap kita terhadap pihak lain yang semula haram dan berakibat dosa berubah menjadi halal dengan cara memohon maaf”.
       Ke-2, Dalam pengertian bahasa, akar kata “halal” membentuk berbagai kata dan memiliki arti beraneka ragam sesuai dengan rangkaian kata berikutnya. Kata “halal” dapat diartikan “menyelesaikan masalah, meluruskan benang kusut, melepaskan ikatan dan mencairkan yang beku”.
      Kegiatan halal bihalal adalah bentuk aktifitas yang mengantarkan para pelaku  meluruskan benang kusut, menghangatkan hubungan yang membeku sehingga cair kembali, melepaskan ikatan yang membelenggu dan menyelesaikan masalah yang mengganggu, sehingga harmonis kembali.
      Itulah substansi halal bihalal, bungkusnya memang unik, salah satu ciri khas umat Islam Indonesia, tetapi hakikatnya merupakan ajaran Islam.
      Halal Bihalal (menurut KBBI V) adalah “hal maaf memaafkan setelah menunaikan ibadah puasa Ramadan”. Biasanya diadakan di sebuah tempat tertentu berupa aula, auditorium dan sebagainya. Berhalal bihalal artinya bermaaf-maafan pada saat Lebaran dan saling memaafkan pada waktu Hari Raya Idul Fitri.
      Kata “halal” terulang 6 kali dalam Al-Quran, yang 4 kali dalam perintah “makan” yang disifati dengan kata “Thayyibah”, yang artinya “baik” dan “menyenangkan” serta 2 kali dalam konteks “kecaman”.
     Istilah halal mencakup empat hal, yaitu wajib (harus dikerjakan), sunah (dianjurkan), makruh (tidak disukai) dan mubah (pilihan bebas, boleh dilakukan dan boleh tidak dikerjakan).
          Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2, ayat 168.

يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

      “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal dan baik yang terdapat di bumi. Jangan kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh nyata bagimu.”
      Al-Quran surah Al-Anfal, surah ke-8, ayat 69.

فَكُلُوا مِمَّا غَنِمْتُمْ حَلَالًا طَيِّبًا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

      “Maka makanlah sebagian rampasan perang yang kamu ambil. Sebagai makanan halal dan baik. Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
      Al-Quran surah Al-Maidah, surah ke-5, ayat 88.

وَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا طَيِّبًا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي أَنْتُمْ بِهِ مُؤْمِنُونَ

      “Dan makanlah makanan halal dan baik yang Allah telah rezekikan kepadamu. Bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.”
      Al-Quran surah An-Nahl, surah ke16, ayat 114.

فَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا طَيِّبًا وَاشْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ

      “Makanlah yang halal dan baik rezeki yang diberikan Allah kepadamu. Syukuri nikmat Allah. Jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah.”
      Setiap tahun mendekati Hari Raya Idul Fitri arus mudik amat besar, banyak penduduk kota pulang ke desa, kembali ke kampung halaman mereka.
     Mereka bersilaturahmi menyambung tali persaudaraan, berlibur, dan bernostalgia, meskipun sebagian orang berpendapat dalam kegiatan mudik terdapat orang-orang yang memamerkan keberhasilan dan menunjukkan hasil  kesuksesan yang diraih di kota.
     Mudik yang terkait dengan silaturahmi adalah ajaran yang dianjurkan Islam, karena kata “silaturahmi” berasal dari kata “silat” dan “rahim”.
       Kata “silat” artinya “menyambung” dan “menghimpun”,  serta kata “rahim” berarti “kasih sayang” dan “peranakan” atau “kandungan”, karena anak yang dikandung memperoleh curahan kasih sayang.
      Hubungan yang renggang, bahkan terputus, antara orang yang berada di kota dengan orang di kampung halaman, karena aneka faktor dan berbagai alasan diharapkan akan tersambung dengan silaturahmi.
     Hakikat halal bihalal dan silaturahmi adalah memulihkan hubungan dan menyambung tali yang putus yang terjadi di antara saudara, keluarga, teman, dan pihak lainnya.
      Nabi Bersabda, “Bukan silaturahmi namanya, orang yang membalas kunjungan atau pemberian, tetapi yang dinamakan silaturahmi adalah menyambung yang putus.”
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
2. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
3. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.
4. Tafsirq.com online

864. HALAL

ARTI HALAL BIHALAL
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

      Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang pengertian halal bihalal menurut agama Islam?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Halal bihalal adalah dua kata ciri khas Islam Indonesia yang sering diucapkan dalam suasana Hari Raya Idul Fitri, biasanya disertai dengan kalimat “Minal Aizin Wal Faizin” dan “Mohon Maaf Lahir Batin”.
     Arti halal bihalal adalah berikut ini.
    Ke-1, Dalam pengertian hukum Islam, biasanya kata “halal” dihadapkan dengan kata “haram”. Kata “haram” artinya “sesuatu yang terlarang, yang melanggar berdosa dan mengundang siksa”, sedangkan kata “halal” artinya “sesuatu yang dibolehkan dan tidak mengundang dosa”.
      Kalimat “halal bihalal” dapat diartikan “menjadikan sikap kita terhadap pihak lain yang semula haram dan berakibat dosa berubah menjadi halal dengan cara memohon maaf”.
       Ke-2, Dalam pengertian bahasa, akar kata “halal” membentuk berbagai kata dan memiliki arti beraneka ragam sesuai dengan rangkaian kata berikutnya. Kata “halal” dapat diartikan “menyelesaikan masalah, meluruskan benang kusut, melepaskan ikatan dan mencairkan yang beku”.
      Kegiatan halal bihalal adalah bentuk aktifitas yang mengantarkan para pelaku  meluruskan benang kusut, menghangatkan hubungan yang membeku sehingga cair kembali, melepaskan ikatan yang membelenggu dan menyelesaikan masalah yang mengganggu, sehingga harmonis kembali.
      Itulah substansi halal bihalal, bungkusnya memang unik, salah satu ciri khas umat Islam Indonesia, tetapi hakikatnya merupakan ajaran Islam.
      Halal Bihalal (menurut KBBI V) adalah “hal maaf memaafkan setelah menunaikan ibadah puasa Ramadan”. Biasanya diadakan di sebuah tempat tertentu berupa aula, auditorium dan sebagainya. Berhalal bihalal artinya bermaaf-maafan pada saat Lebaran dan saling memaafkan pada waktu Hari Raya Idul Fitri.
      Kata “halal” terulang 6 kali dalam Al-Quran, yang 4 kali dalam perintah “makan” yang disifati dengan kata “Thayyibah”, yang artinya “baik” dan “menyenangkan” serta 2 kali dalam konteks “kecaman”.
     Istilah halal mencakup empat hal, yaitu wajib (harus dikerjakan), sunah (dianjurkan), makruh (tidak disukai) dan mubah (pilihan bebas, boleh dilakukan dan boleh tidak dikerjakan).
          Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2, ayat 168.

يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

      “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal dan baik yang terdapat di bumi. Jangan kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh nyata bagimu.”
      Al-Quran surah Al-Anfal, surah ke-8, ayat 69.

فَكُلُوا مِمَّا غَنِمْتُمْ حَلَالًا طَيِّبًا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

      “Maka makanlah sebagian rampasan perang yang kamu ambil. Sebagai makanan halal dan baik. Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
      Al-Quran surah Al-Maidah, surah ke-5, ayat 88.

وَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا طَيِّبًا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي أَنْتُمْ بِهِ مُؤْمِنُونَ

      “Dan makanlah makanan halal dan baik yang Allah telah rezekikan kepadamu. Bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.”
      Al-Quran surah An-Nahl, surah ke16, ayat 114.

فَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا طَيِّبًا وَاشْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ

      “Makanlah yang halal dan baik rezeki yang diberikan Allah kepadamu. Syukuri nikmat Allah. Jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah.”
      Setiap tahun mendekati Hari Raya Idul Fitri arus mudik amat besar, banyak penduduk kota pulang ke desa, kembali ke kampung halaman mereka.
     Mereka bersilaturahmi menyambung tali persaudaraan, berlibur, dan bernostalgia, meskipun sebagian orang berpendapat dalam kegiatan mudik terdapat orang-orang yang memamerkan keberhasilan dan menunjukkan hasil  kesuksesan yang diraih di kota.
     Mudik yang terkait dengan silaturahmi adalah ajaran yang dianjurkan Islam, karena kata “silaturahmi” berasal dari kata “silat” dan “rahim”.
       Kata “silat” artinya “menyambung” dan “menghimpun”,  serta kata “rahim” berarti “kasih sayang” dan “peranakan” atau “kandungan”, karena anak yang dikandung memperoleh curahan kasih sayang.
      Hubungan yang renggang, bahkan terputus, antara orang yang berada di kota dengan orang di kampung halaman, karena aneka faktor dan berbagai alasan diharapkan akan tersambung dengan silaturahmi.
     Hakikat halal bihalal dan silaturahmi adalah memulihkan hubungan dan menyambung tali yang putus yang terjadi di antara saudara, keluarga, teman, dan pihak lainnya.
      Nabi Bersabda, “Bukan silaturahmi namanya, orang yang membalas kunjungan atau pemberian, tetapi yang dinamakan silaturahmi adalah menyambung yang putus.”
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
2. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
3. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.
4. Tafsirq.com online

864. HALAL

ARTI HALAL BIHALAL
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

      Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang pengertian halal bihalal menurut agama Islam?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Halal bihalal adalah dua kata ciri khas Islam Indonesia yang sering diucapkan dalam suasana Hari Raya Idul Fitri, biasanya disertai dengan kalimat “Minal Aizin Wal Faizin” dan “Mohon Maaf Lahir Batin”.
     Arti halal bihalal adalah berikut ini.
    Ke-1, Dalam pengertian hukum Islam, biasanya kata “halal” dihadapkan dengan kata “haram”. Kata “haram” artinya “sesuatu yang terlarang, yang melanggar berdosa dan mengundang siksa”, sedangkan kata “halal” artinya “sesuatu yang dibolehkan dan tidak mengundang dosa”.
      Kalimat “halal bihalal” dapat diartikan “menjadikan sikap kita terhadap pihak lain yang semula haram dan berakibat dosa berubah menjadi halal dengan cara memohon maaf”.
       Ke-2, Dalam pengertian bahasa, akar kata “halal” membentuk berbagai kata dan memiliki arti beraneka ragam sesuai dengan rangkaian kata berikutnya. Kata “halal” dapat diartikan “menyelesaikan masalah, meluruskan benang kusut, melepaskan ikatan dan mencairkan yang beku”.
      Kegiatan halal bihalal adalah bentuk aktifitas yang mengantarkan para pelaku  meluruskan benang kusut, menghangatkan hubungan yang membeku sehingga cair kembali, melepaskan ikatan yang membelenggu dan menyelesaikan masalah yang mengganggu, sehingga harmonis kembali.
      Itulah substansi halal bihalal, bungkusnya memang unik, salah satu ciri khas umat Islam Indonesia, tetapi hakikatnya merupakan ajaran Islam.
      Halal Bihalal (menurut KBBI V) adalah “hal maaf memaafkan setelah menunaikan ibadah puasa Ramadan”. Biasanya diadakan di sebuah tempat tertentu berupa aula, auditorium dan sebagainya. Berhalal bihalal artinya bermaaf-maafan pada saat Lebaran dan saling memaafkan pada waktu Hari Raya Idul Fitri.
      Kata “halal” terulang 6 kali dalam Al-Quran, yang 4 kali dalam perintah “makan” yang disifati dengan kata “Thayyibah”, yang artinya “baik” dan “menyenangkan” serta 2 kali dalam konteks “kecaman”.
     Istilah halal mencakup empat hal, yaitu wajib (harus dikerjakan), sunah (dianjurkan), makruh (tidak disukai) dan mubah (pilihan bebas, boleh dilakukan dan boleh tidak dikerjakan).
          Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2, ayat 168.

يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

      “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal dan baik yang terdapat di bumi. Jangan kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh nyata bagimu.”
      Al-Quran surah Al-Anfal, surah ke-8, ayat 69.

فَكُلُوا مِمَّا غَنِمْتُمْ حَلَالًا طَيِّبًا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

      “Maka makanlah sebagian rampasan perang yang kamu ambil. Sebagai makanan halal dan baik. Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
      Al-Quran surah Al-Maidah, surah ke-5, ayat 88.

وَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا طَيِّبًا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي أَنْتُمْ بِهِ مُؤْمِنُونَ

      “Dan makanlah makanan halal dan baik yang Allah telah rezekikan kepadamu. Bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.”
      Al-Quran surah An-Nahl, surah ke16, ayat 114.

فَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا طَيِّبًا وَاشْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ

      “Makanlah yang halal dan baik rezeki yang diberikan Allah kepadamu. Syukuri nikmat Allah. Jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah.”
      Setiap tahun mendekati Hari Raya Idul Fitri arus mudik amat besar, banyak penduduk kota pulang ke desa, kembali ke kampung halaman mereka.
     Mereka bersilaturahmi menyambung tali persaudaraan, berlibur, dan bernostalgia, meskipun sebagian orang berpendapat dalam kegiatan mudik terdapat orang-orang yang memamerkan keberhasilan dan menunjukkan hasil  kesuksesan yang diraih di kota.
     Mudik yang terkait dengan silaturahmi adalah ajaran yang dianjurkan Islam, karena kata “silaturahmi” berasal dari kata “silat” dan “rahim”.
       Kata “silat” artinya “menyambung” dan “menghimpun”,  serta kata “rahim” berarti “kasih sayang” dan “peranakan” atau “kandungan”, karena anak yang dikandung memperoleh curahan kasih sayang.
      Hubungan yang renggang, bahkan terputus, antara orang yang berada di kota dengan orang di kampung halaman, karena aneka faktor dan berbagai alasan diharapkan akan tersambung dengan silaturahmi.
     Hakikat halal bihalal dan silaturahmi adalah memulihkan hubungan dan menyambung tali yang putus yang terjadi di antara saudara, keluarga, teman, dan pihak lainnya.
      Nabi Bersabda, “Bukan silaturahmi namanya, orang yang membalas kunjungan atau pemberian, tetapi yang dinamakan silaturahmi adalah menyambung yang putus.”
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
2. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
3. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.
4. Tafsirq.com online

864. HALAL

ARTI HALAL BIHALAL
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

      Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang pengertian halal bihalal menurut agama Islam?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Halal bihalal adalah dua kata ciri khas Islam Indonesia yang sering diucapkan dalam suasana Hari Raya Idul Fitri, biasanya disertai dengan kalimat “Minal Aizin Wal Faizin” dan “Mohon Maaf Lahir Batin”.
     Arti halal bihalal adalah berikut ini.
    Ke-1, Dalam pengertian hukum Islam, biasanya kata “halal” dihadapkan dengan kata “haram”. Kata “haram” artinya “sesuatu yang terlarang, yang melanggar berdosa dan mengundang siksa”, sedangkan kata “halal” artinya “sesuatu yang dibolehkan dan tidak mengundang dosa”.
      Kalimat “halal bihalal” dapat diartikan “menjadikan sikap kita terhadap pihak lain yang semula haram dan berakibat dosa berubah menjadi halal dengan cara memohon maaf”.
       Ke-2, Dalam pengertian bahasa, akar kata “halal” membentuk berbagai kata dan memiliki arti beraneka ragam sesuai dengan rangkaian kata berikutnya. Kata “halal” dapat diartikan “menyelesaikan masalah, meluruskan benang kusut, melepaskan ikatan dan mencairkan yang beku”.
      Kegiatan halal bihalal adalah bentuk aktifitas yang mengantarkan para pelaku  meluruskan benang kusut, menghangatkan hubungan yang membeku sehingga cair kembali, melepaskan ikatan yang membelenggu dan menyelesaikan masalah yang mengganggu, sehingga harmonis kembali.
      Itulah substansi halal bihalal, bungkusnya memang unik, salah satu ciri khas umat Islam Indonesia, tetapi hakikatnya merupakan ajaran Islam.
      Halal Bihalal (menurut KBBI V) adalah “hal maaf memaafkan setelah menunaikan ibadah puasa Ramadan”. Biasanya diadakan di sebuah tempat tertentu berupa aula, auditorium dan sebagainya. Berhalal bihalal artinya bermaaf-maafan pada saat Lebaran dan saling memaafkan pada waktu Hari Raya Idul Fitri.
      Kata “halal” terulang 6 kali dalam Al-Quran, yang 4 kali dalam perintah “makan” yang disifati dengan kata “Thayyibah”, yang artinya “baik” dan “menyenangkan” serta 2 kali dalam konteks “kecaman”.
     Istilah halal mencakup empat hal, yaitu wajib (harus dikerjakan), sunah (dianjurkan), makruh (tidak disukai) dan mubah (pilihan bebas, boleh dilakukan dan boleh tidak dikerjakan).
          Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2, ayat 168.

يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

      “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal dan baik yang terdapat di bumi. Jangan kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh nyata bagimu.”
      Al-Quran surah Al-Anfal, surah ke-8, ayat 69.

فَكُلُوا مِمَّا غَنِمْتُمْ حَلَالًا طَيِّبًا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

      “Maka makanlah sebagian rampasan perang yang kamu ambil. Sebagai makanan halal dan baik. Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
      Al-Quran surah Al-Maidah, surah ke-5, ayat 88.

وَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا طَيِّبًا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي أَنْتُمْ بِهِ مُؤْمِنُونَ

      “Dan makanlah makanan halal dan baik yang Allah telah rezekikan kepadamu. Bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.”
      Al-Quran surah An-Nahl, surah ke16, ayat 114.

فَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا طَيِّبًا وَاشْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ

      “Makanlah yang halal dan baik rezeki yang diberikan Allah kepadamu. Syukuri nikmat Allah. Jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah.”
      Setiap tahun mendekati Hari Raya Idul Fitri arus mudik amat besar, banyak penduduk kota pulang ke desa, kembali ke kampung halaman mereka.
     Mereka bersilaturahmi menyambung tali persaudaraan, berlibur, dan bernostalgia, meskipun sebagian orang berpendapat dalam kegiatan mudik terdapat orang-orang yang memamerkan keberhasilan dan menunjukkan hasil  kesuksesan yang diraih di kota.
     Mudik yang terkait dengan silaturahmi adalah ajaran yang dianjurkan Islam, karena kata “silaturahmi” berasal dari kata “silat” dan “rahim”.
       Kata “silat” artinya “menyambung” dan “menghimpun”,  serta kata “rahim” berarti “kasih sayang” dan “peranakan” atau “kandungan”, karena anak yang dikandung memperoleh curahan kasih sayang.
      Hubungan yang renggang, bahkan terputus, antara orang yang berada di kota dengan orang di kampung halaman, karena aneka faktor dan berbagai alasan diharapkan akan tersambung dengan silaturahmi.
     Hakikat halal bihalal dan silaturahmi adalah memulihkan hubungan dan menyambung tali yang putus yang terjadi di antara saudara, keluarga, teman, dan pihak lainnya.
      Nabi Bersabda, “Bukan silaturahmi namanya, orang yang membalas kunjungan atau pemberian, tetapi yang dinamakan silaturahmi adalah menyambung yang putus.”
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
2. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
3. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.
4. Tafsirq.com online

864. HALAL

ARTI HALAL BIHALAL
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

      Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang pengertian halal bihalal menurut agama Islam?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Halal bihalal adalah dua kata ciri khas Islam Indonesia yang sering diucapkan dalam suasana Hari Raya Idul Fitri, biasanya disertai dengan kalimat “Minal Aizin Wal Faizin” dan “Mohon Maaf Lahir Batin”.
     Arti halal bihalal adalah berikut ini.
    Ke-1, Dalam pengertian hukum Islam, biasanya kata “halal” dihadapkan dengan kata “haram”. Kata “haram” artinya “sesuatu yang terlarang, yang melanggar berdosa dan mengundang siksa”, sedangkan kata “halal” artinya “sesuatu yang dibolehkan dan tidak mengundang dosa”.
      Kalimat “halal bihalal” dapat diartikan “menjadikan sikap kita terhadap pihak lain yang semula haram dan berakibat dosa berubah menjadi halal dengan cara memohon maaf”.
       Ke-2, Dalam pengertian bahasa, akar kata “halal” membentuk berbagai kata dan memiliki arti beraneka ragam sesuai dengan rangkaian kata berikutnya. Kata “halal” dapat diartikan “menyelesaikan masalah, meluruskan benang kusut, melepaskan ikatan dan mencairkan yang beku”.
      Kegiatan halal bihalal adalah bentuk aktifitas yang mengantarkan para pelaku  meluruskan benang kusut, menghangatkan hubungan yang membeku sehingga cair kembali, melepaskan ikatan yang membelenggu dan menyelesaikan masalah yang mengganggu, sehingga harmonis kembali.
      Itulah substansi halal bihalal, bungkusnya memang unik, salah satu ciri khas umat Islam Indonesia, tetapi hakikatnya merupakan ajaran Islam.
      Halal Bihalal (menurut KBBI V) adalah “hal maaf memaafkan setelah menunaikan ibadah puasa Ramadan”. Biasanya diadakan di sebuah tempat tertentu berupa aula, auditorium dan sebagainya. Berhalal bihalal artinya bermaaf-maafan pada saat Lebaran dan saling memaafkan pada waktu Hari Raya Idul Fitri.
      Kata “halal” terulang 6 kali dalam Al-Quran, yang 4 kali dalam perintah “makan” yang disifati dengan kata “Thayyibah”, yang artinya “baik” dan “menyenangkan” serta 2 kali dalam konteks “kecaman”.
     Istilah halal mencakup empat hal, yaitu wajib (harus dikerjakan), sunah (dianjurkan), makruh (tidak disukai) dan mubah (pilihan bebas, boleh dilakukan dan boleh tidak dikerjakan).
          Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2, ayat 168.

يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

      “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal dan baik yang terdapat di bumi. Jangan kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh nyata bagimu.”
      Al-Quran surah Al-Anfal, surah ke-8, ayat 69.

فَكُلُوا مِمَّا غَنِمْتُمْ حَلَالًا طَيِّبًا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

      “Maka makanlah sebagian rampasan perang yang kamu ambil. Sebagai makanan halal dan baik. Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
      Al-Quran surah Al-Maidah, surah ke-5, ayat 88.

وَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا طَيِّبًا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي أَنْتُمْ بِهِ مُؤْمِنُونَ

      “Dan makanlah makanan halal dan baik yang Allah telah rezekikan kepadamu. Bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.”
      Al-Quran surah An-Nahl, surah ke16, ayat 114.

فَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا طَيِّبًا وَاشْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ

      “Makanlah yang halal dan baik rezeki yang diberikan Allah kepadamu. Syukuri nikmat Allah. Jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah.”
      Setiap tahun mendekati Hari Raya Idul Fitri arus mudik amat besar, banyak penduduk kota pulang ke desa, kembali ke kampung halaman mereka.
     Mereka bersilaturahmi menyambung tali persaudaraan, berlibur, dan bernostalgia, meskipun sebagian orang berpendapat dalam kegiatan mudik terdapat orang-orang yang memamerkan keberhasilan dan menunjukkan hasil  kesuksesan yang diraih di kota.
     Mudik yang terkait dengan silaturahmi adalah ajaran yang dianjurkan Islam, karena kata “silaturahmi” berasal dari kata “silat” dan “rahim”.
       Kata “silat” artinya “menyambung” dan “menghimpun”,  serta kata “rahim” berarti “kasih sayang” dan “peranakan” atau “kandungan”, karena anak yang dikandung memperoleh curahan kasih sayang.
      Hubungan yang renggang, bahkan terputus, antara orang yang berada di kota dengan orang di kampung halaman, karena aneka faktor dan berbagai alasan diharapkan akan tersambung dengan silaturahmi.
     Hakikat halal bihalal dan silaturahmi adalah memulihkan hubungan dan menyambung tali yang putus yang terjadi di antara saudara, keluarga, teman, dan pihak lainnya.
      Nabi Bersabda, “Bukan silaturahmi namanya, orang yang membalas kunjungan atau pemberian, tetapi yang dinamakan silaturahmi adalah menyambung yang putus.”
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
2. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
3. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.
4. Tafsirq.com online

864. HALAL

ARTI HALAL BIHALAL
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

      Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang pengertian halal bihalal menurut agama Islam?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Halal bihalal adalah dua kata ciri khas Islam Indonesia yang sering diucapkan dalam suasana Hari Raya Idul Fitri, biasanya disertai dengan kalimat “Minal Aizin Wal Faizin” dan “Mohon Maaf Lahir Batin”.
     Arti halal bihalal adalah berikut ini.
    Ke-1, Dalam pengertian hukum Islam, biasanya kata “halal” dihadapkan dengan kata “haram”. Kata “haram” artinya “sesuatu yang terlarang, yang melanggar berdosa dan mengundang siksa”, sedangkan kata “halal” artinya “sesuatu yang dibolehkan dan tidak mengundang dosa”.
      Kalimat “halal bihalal” dapat diartikan “menjadikan sikap kita terhadap pihak lain yang semula haram dan berakibat dosa berubah menjadi halal dengan cara memohon maaf”.
       Ke-2, Dalam pengertian bahasa, akar kata “halal” membentuk berbagai kata dan memiliki arti beraneka ragam sesuai dengan rangkaian kata berikutnya. Kata “halal” dapat diartikan “menyelesaikan masalah, meluruskan benang kusut, melepaskan ikatan dan mencairkan yang beku”.
      Kegiatan halal bihalal adalah bentuk aktifitas yang mengantarkan para pelaku  meluruskan benang kusut, menghangatkan hubungan yang membeku sehingga cair kembali, melepaskan ikatan yang membelenggu dan menyelesaikan masalah yang mengganggu, sehingga harmonis kembali.
      Itulah substansi halal bihalal, bungkusnya memang unik, salah satu ciri khas umat Islam Indonesia, tetapi hakikatnya merupakan ajaran Islam.
      Halal Bihalal (menurut KBBI V) adalah “hal maaf memaafkan setelah menunaikan ibadah puasa Ramadan”. Biasanya diadakan di sebuah tempat tertentu berupa aula, auditorium dan sebagainya. Berhalal bihalal artinya bermaaf-maafan pada saat Lebaran dan saling memaafkan pada waktu Hari Raya Idul Fitri.
      Kata “halal” terulang 6 kali dalam Al-Quran, yang 4 kali dalam perintah “makan” yang disifati dengan kata “Thayyibah”, yang artinya “baik” dan “menyenangkan” serta 2 kali dalam konteks “kecaman”.
     Istilah halal mencakup empat hal, yaitu wajib (harus dikerjakan), sunah (dianjurkan), makruh (tidak disukai) dan mubah (pilihan bebas, boleh dilakukan dan boleh tidak dikerjakan).
          Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2, ayat 168.

يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

      “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal dan baik yang terdapat di bumi. Jangan kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh nyata bagimu.”
      Al-Quran surah Al-Anfal, surah ke-8, ayat 69.

فَكُلُوا مِمَّا غَنِمْتُمْ حَلَالًا طَيِّبًا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

      “Maka makanlah sebagian rampasan perang yang kamu ambil. Sebagai makanan halal dan baik. Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
      Al-Quran surah Al-Maidah, surah ke-5, ayat 88.

وَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا طَيِّبًا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي أَنْتُمْ بِهِ مُؤْمِنُونَ

      “Dan makanlah makanan halal dan baik yang Allah telah rezekikan kepadamu. Bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.”
      Al-Quran surah An-Nahl, surah ke16, ayat 114.

فَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا طَيِّبًا وَاشْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ

      “Makanlah yang halal dan baik rezeki yang diberikan Allah kepadamu. Syukuri nikmat Allah. Jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah.”
      Setiap tahun mendekati Hari Raya Idul Fitri arus mudik amat besar, banyak penduduk kota pulang ke desa, kembali ke kampung halaman mereka.
     Mereka bersilaturahmi menyambung tali persaudaraan, berlibur, dan bernostalgia, meskipun sebagian orang berpendapat dalam kegiatan mudik terdapat orang-orang yang memamerkan keberhasilan dan menunjukkan hasil  kesuksesan yang diraih di kota.
     Mudik yang terkait dengan silaturahmi adalah ajaran yang dianjurkan Islam, karena kata “silaturahmi” berasal dari kata “silat” dan “rahim”.
       Kata “silat” artinya “menyambung” dan “menghimpun”,  serta kata “rahim” berarti “kasih sayang” dan “peranakan” atau “kandungan”, karena anak yang dikandung memperoleh curahan kasih sayang.
      Hubungan yang renggang, bahkan terputus, antara orang yang berada di kota dengan orang di kampung halaman, karena aneka faktor dan berbagai alasan diharapkan akan tersambung dengan silaturahmi.
     Hakikat halal bihalal dan silaturahmi adalah memulihkan hubungan dan menyambung tali yang putus yang terjadi di antara saudara, keluarga, teman, dan pihak lainnya.
      Nabi Bersabda, “Bukan silaturahmi namanya, orang yang membalas kunjungan atau pemberian, tetapi yang dinamakan silaturahmi adalah menyambung yang putus.”
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
2. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
3. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.
4. Tafsirq.com online

864. HALAL

ARTI HALAL BIHALAL
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

      Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang pengertian halal bihalal menurut agama Islam?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Halal bihalal adalah dua kata ciri khas Islam Indonesia yang sering diucapkan dalam suasana Hari Raya Idul Fitri, biasanya disertai dengan kalimat “Minal Aizin Wal Faizin” dan “Mohon Maaf Lahir Batin”.
     Arti halal bihalal adalah berikut ini.
    Ke-1, Dalam pengertian hukum Islam, biasanya kata “halal” dihadapkan dengan kata “haram”. Kata “haram” artinya “sesuatu yang terlarang, yang melanggar berdosa dan mengundang siksa”, sedangkan kata “halal” artinya “sesuatu yang dibolehkan dan tidak mengundang dosa”.
      Kalimat “halal bihalal” dapat diartikan “menjadikan sikap kita terhadap pihak lain yang semula haram dan berakibat dosa berubah menjadi halal dengan cara memohon maaf”.
       Ke-2, Dalam pengertian bahasa, akar kata “halal” membentuk berbagai kata dan memiliki arti beraneka ragam sesuai dengan rangkaian kata berikutnya. Kata “halal” dapat diartikan “menyelesaikan masalah, meluruskan benang kusut, melepaskan ikatan dan mencairkan yang beku”.
      Kegiatan halal bihalal adalah bentuk aktifitas yang mengantarkan para pelaku  meluruskan benang kusut, menghangatkan hubungan yang membeku sehingga cair kembali, melepaskan ikatan yang membelenggu dan menyelesaikan masalah yang mengganggu, sehingga harmonis kembali.
      Itulah substansi halal bihalal, bungkusnya memang unik, salah satu ciri khas umat Islam Indonesia, tetapi hakikatnya merupakan ajaran Islam.
      Halal Bihalal (menurut KBBI V) adalah “hal maaf memaafkan setelah menunaikan ibadah puasa Ramadan”. Biasanya diadakan di sebuah tempat tertentu berupa aula, auditorium dan sebagainya. Berhalal bihalal artinya bermaaf-maafan pada saat Lebaran dan saling memaafkan pada waktu Hari Raya Idul Fitri.
      Kata “halal” terulang 6 kali dalam Al-Quran, yang 4 kali dalam perintah “makan” yang disifati dengan kata “Thayyibah”, yang artinya “baik” dan “menyenangkan” serta 2 kali dalam konteks “kecaman”.
     Istilah halal mencakup empat hal, yaitu wajib (harus dikerjakan), sunah (dianjurkan), makruh (tidak disukai) dan mubah (pilihan bebas, boleh dilakukan dan boleh tidak dikerjakan).
          Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2, ayat 168.

يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

      “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal dan baik yang terdapat di bumi. Jangan kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh nyata bagimu.”
      Al-Quran surah Al-Anfal, surah ke-8, ayat 69.

فَكُلُوا مِمَّا غَنِمْتُمْ حَلَالًا طَيِّبًا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

      “Maka makanlah sebagian rampasan perang yang kamu ambil. Sebagai makanan halal dan baik. Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
      Al-Quran surah Al-Maidah, surah ke-5, ayat 88.

وَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا طَيِّبًا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي أَنْتُمْ بِهِ مُؤْمِنُونَ

      “Dan makanlah makanan halal dan baik yang Allah telah rezekikan kepadamu. Bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.”
      Al-Quran surah An-Nahl, surah ke16, ayat 114.

فَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا طَيِّبًا وَاشْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ

      “Makanlah yang halal dan baik rezeki yang diberikan Allah kepadamu. Syukuri nikmat Allah. Jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah.”
      Setiap tahun mendekati Hari Raya Idul Fitri arus mudik amat besar, banyak penduduk kota pulang ke desa, kembali ke kampung halaman mereka.
     Mereka bersilaturahmi menyambung tali persaudaraan, berlibur, dan bernostalgia, meskipun sebagian orang berpendapat dalam kegiatan mudik terdapat orang-orang yang memamerkan keberhasilan dan menunjukkan hasil  kesuksesan yang diraih di kota.
     Mudik yang terkait dengan silaturahmi adalah ajaran yang dianjurkan Islam, karena kata “silaturahmi” berasal dari kata “silat” dan “rahim”.
       Kata “silat” artinya “menyambung” dan “menghimpun”,  serta kata “rahim” berarti “kasih sayang” dan “peranakan” atau “kandungan”, karena anak yang dikandung memperoleh curahan kasih sayang.
      Hubungan yang renggang, bahkan terputus, antara orang yang berada di kota dengan orang di kampung halaman, karena aneka faktor dan berbagai alasan diharapkan akan tersambung dengan silaturahmi.
     Hakikat halal bihalal dan silaturahmi adalah memulihkan hubungan dan menyambung tali yang putus yang terjadi di antara saudara, keluarga, teman, dan pihak lainnya.
      Nabi Bersabda, “Bukan silaturahmi namanya, orang yang membalas kunjungan atau pemberian, tetapi yang dinamakan silaturahmi adalah menyambung yang putus.”
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
2. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
3. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.
4. Tafsirq.com online

864. HALAL

ARTI HALAL BIHALAL
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

      Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang pengertian halal bihalal menurut agama Islam?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Halal bihalal adalah dua kata ciri khas Islam Indonesia yang sering diucapkan dalam suasana Hari Raya Idul Fitri, biasanya disertai dengan kalimat “Minal Aizin Wal Faizin” dan “Mohon Maaf Lahir Batin”.
     Arti halal bihalal adalah berikut ini.
    Ke-1, Dalam pengertian hukum Islam, biasanya kata “halal” dihadapkan dengan kata “haram”. Kata “haram” artinya “sesuatu yang terlarang, yang melanggar berdosa dan mengundang siksa”, sedangkan kata “halal” artinya “sesuatu yang dibolehkan dan tidak mengundang dosa”.
      Kalimat “halal bihalal” dapat diartikan “menjadikan sikap kita terhadap pihak lain yang semula haram dan berakibat dosa berubah menjadi halal dengan cara memohon maaf”.
       Ke-2, Dalam pengertian bahasa, akar kata “halal” membentuk berbagai kata dan memiliki arti beraneka ragam sesuai dengan rangkaian kata berikutnya. Kata “halal” dapat diartikan “menyelesaikan masalah, meluruskan benang kusut, melepaskan ikatan dan mencairkan yang beku”.
      Kegiatan halal bihalal adalah bentuk aktifitas yang mengantarkan para pelaku  meluruskan benang kusut, menghangatkan hubungan yang membeku sehingga cair kembali, melepaskan ikatan yang membelenggu dan menyelesaikan masalah yang mengganggu, sehingga harmonis kembali.
      Itulah substansi halal bihalal, bungkusnya memang unik, salah satu ciri khas umat Islam Indonesia, tetapi hakikatnya merupakan ajaran Islam.
      Halal Bihalal (menurut KBBI V) adalah “hal maaf memaafkan setelah menunaikan ibadah puasa Ramadan”. Biasanya diadakan di sebuah tempat tertentu berupa aula, auditorium dan sebagainya. Berhalal bihalal artinya bermaaf-maafan pada saat Lebaran dan saling memaafkan pada waktu Hari Raya Idul Fitri.
      Kata “halal” terulang 6 kali dalam Al-Quran, yang 4 kali dalam perintah “makan” yang disifati dengan kata “Thayyibah”, yang artinya “baik” dan “menyenangkan” serta 2 kali dalam konteks “kecaman”.
     Istilah halal mencakup empat hal, yaitu wajib (harus dikerjakan), sunah (dianjurkan), makruh (tidak disukai) dan mubah (pilihan bebas, boleh dilakukan dan boleh tidak dikerjakan).
          Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2, ayat 168.

يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

      “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal dan baik yang terdapat di bumi. Jangan kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh nyata bagimu.”
      Al-Quran surah Al-Anfal, surah ke-8, ayat 69.

فَكُلُوا مِمَّا غَنِمْتُمْ حَلَالًا طَيِّبًا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

      “Maka makanlah sebagian rampasan perang yang kamu ambil. Sebagai makanan halal dan baik. Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
      Al-Quran surah Al-Maidah, surah ke-5, ayat 88.

وَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا طَيِّبًا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي أَنْتُمْ بِهِ مُؤْمِنُونَ

      “Dan makanlah makanan halal dan baik yang Allah telah rezekikan kepadamu. Bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.”
      Al-Quran surah An-Nahl, surah ke16, ayat 114.

فَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا طَيِّبًا وَاشْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ

      “Makanlah yang halal dan baik rezeki yang diberikan Allah kepadamu. Syukuri nikmat Allah. Jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah.”
      Setiap tahun mendekati Hari Raya Idul Fitri arus mudik amat besar, banyak penduduk kota pulang ke desa, kembali ke kampung halaman mereka.
     Mereka bersilaturahmi menyambung tali persaudaraan, berlibur, dan bernostalgia, meskipun sebagian orang berpendapat dalam kegiatan mudik terdapat orang-orang yang memamerkan keberhasilan dan menunjukkan hasil  kesuksesan yang diraih di kota.
     Mudik yang terkait dengan silaturahmi adalah ajaran yang dianjurkan Islam, karena kata “silaturahmi” berasal dari kata “silat” dan “rahim”.
       Kata “silat” artinya “menyambung” dan “menghimpun”,  serta kata “rahim” berarti “kasih sayang” dan “peranakan” atau “kandungan”, karena anak yang dikandung memperoleh curahan kasih sayang.
      Hubungan yang renggang, bahkan terputus, antara orang yang berada di kota dengan orang di kampung halaman, karena aneka faktor dan berbagai alasan diharapkan akan tersambung dengan silaturahmi.
     Hakikat halal bihalal dan silaturahmi adalah memulihkan hubungan dan menyambung tali yang putus yang terjadi di antara saudara, keluarga, teman, dan pihak lainnya.
      Nabi Bersabda, “Bukan silaturahmi namanya, orang yang membalas kunjungan atau pemberian, tetapi yang dinamakan silaturahmi adalah menyambung yang putus.”
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
2. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
3. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.
4. Tafsirq.com online

Wednesday, May 30, 2018

863. MAZHAB

SALAT JUMAT MENURUT EMPAT MAZHAB
Oleh: Drs. H. Yusron Hadi, M.M.


      Beberapa orang bertanya,”Bagaimana cara salat Jumat menurut empat mazhab? Mohon dijelaskan cara salat Jumat menurut empat mazhab? Berikut ini penjelasannya
      Ajaran Islam bersumber kepada Al-Quran dan sunah (hadis) serta memiliki beberapa cabang ilmu, salah satunya Ilmu Fikih (ilmu yang mempelajari tentang hukum Islam).
      Dunia Islam mengenal empat mazhab terbesar, yaitu Mazhab Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hambali. Mazhab adalah haluan atau aliran mengenai hukum fikih yang menjadi ikutan umat Islam. Masing-masing mazhab mempunyai karakter dan keistimewaan tersendiri.
      Mazhab Hanafi didirikan oleh Nukman bin Tsabit (lahir tahun 89 Hijriah dan wafat tahun 150 Hijirah). Nukman bin Tsabit seorang guru besar ilmu fikih di Irak. Mazhab Maliki didirikan oleh Imam Malik bin Anas (lahir tahun 93 Hijriah dan wafat tahun 179 Hijriah). Imam Malik bin Anas berasal dari Madinah.
     Mazhab Syafii didirikan oleh Muhammad bin Idris (lahir tahun 150 Hijriah dan wafat tahun 200 Hijirah). Muhammad bin Idris berasal dari Gaza, Palestina. Mazhab Hambali didirikan oleh Ahmad bin Hambal (lahir tahun 164 Hijriah dan wafat tahun 241 Hijriah). Ahmad bin Hambal berasal dari Baghdad, Irak.
      Ke-1, Dasar hukum salat Jumat.
      Semua mazhab sepakat dasar hukum salat Jumat adalah Al-Quran surah Al-Jumuah, surah ke-62 ayat 9.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَىٰ ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

     “Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan salat Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkan jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.”
      Ke-2, Lokasi (tempat) salat Jumat.
      Mazhab Hanafi, Syafii, dan Hambali berpendapat bahwa lokasi (tempat) melakukan salat Jumat boleh dikerjakan di masjid dan boleh dilaksanakan di tempat lain selain masjid. Mazhab Maliki berpendapat salat Jumat harus dilaksanakan di masjid dan dilarang dilakukan di tempat selain masjid.
      Ke-3, Jumlah minimal Jamaah salat Jumat.
      Mazhab Hanafi berpendapat jumlah jamaah salat Jumat minimal 5 orang termasuk imam dan mazhab Maliki berpendapat jumlah jamaah salat Jumat minimal 13 orang termasuk imam. Mazhab Hambali dan Syafii berpendapat jumlah jamaah salat Jumat minimal 41 orang termasuk imam.
     Ke-4, Posisi khatib ketika sedang berkhutbah.
      Mazhab Maliki dan Syafii berpendapat ketika khatib sedang berkhutbah Jumat, khatib wajib berdiri. Mazhab Hanafi dan Hambali berpendapat ketika khatib sedang berkhutbah Jumat, khatib tidak wajib berdiri
     Ke-5, Materi minimal yang disampaikan khatib ketika berkhutbah Jumat.
      Mazhab Hanafi berpendapat khatib ketika berkhutbah salat Jumat minimal membacakan hamdalah dan istigfar. Mazhab Maliki berpendpat khatib ketika berkhutbah salat Jumat minimal mengucapkan pesan takwa kepada Allah.
    Mazhab Syafii berpendapat khatib ketika berkhutbah salat Jumat, pada khutbah pertama minimal menyampaikan hamdalah, selawat Nabi, pesan takwa, dan membacakan ayat Al-Quran. Pada khutbah kedua minimal mengucapkan hamdalah, selawat Nabi, pesan takwa, dan berdoa untuk semua umat Islam.
      Mazhab Hambali berpendapat khatib ketika berkhutbah salat Jumat minimal mengucapkan hamdalah, selawat Nabi, pesan takwa, dan membacakan ayat Al-Quran.
     Ke-6, Posisi khatib ketika duduk di antara dua khutbah Jumat.
      Mazhab Maliki dan Hanafi berpendapat khatib saat Jumat tidak wajib duduk di antara dua khutbah. Mazhab Syafii berpendapat khatib salat Jumat wajib duduk sebentar di antara dua khutbah. Mazhab Hambali berpendapat khatib boleh duduk atau tidak duduk di antara dua khutbah.
      Ke-7, Bahasa yang digunakan khatib ketika berkhutbah Jumat.
      Mazhab Maliki berpendapat ketika khatib berkhutbah Jumat, khatib wajib menggunakan bahasa Arab. Mazhab  Hanafi, Syafii, dan Hambali berpendapat khatib tidak wajib menggunakan bahasa Arab ketika berkhutbah.
      Ke-8, Bacaan surat Al-Quran setelah membaca surah Al-Fatihah dalam salat Jumat.
      Mazhab Maliki berpendapat pada rakaat pertama, imam salat Jumat harus membaca surah Al-Jumuah (surah ke-62), pada rakaat kedua, imam harus membaca surah  Al-Ghosiyah (surah ke-88) setelah membaca surah Al-Fatihah (surah ke-1).
     Mazhab Syafii berpendapat pada rakaat pertama, imam salat Jumat harus membaca surah Al-Jumuah (surah ke-62), pada rakaat kedua, imam harus membaca surah  Al-Munafikun (surah ke-63) setelah membaca surah Al-Fatihah (surah ke-1)
       Mazhab Hanafi berpendapat hukumnya makruh, jika imam salat Jumat ditentukan bacaan suratnya, setelah membaca surah Al-Fatihah.
     Wajib adalah perbuatan yang harus dilakukan dan tidak boleh ditinggalkan. Sunah adalah perbuatan apabila dilakukan mendapatkan pahala dan apabila tidak dikerjakan tidak berdosa.
     Mubah adalah perbuatan yang boleh dilakukan dan boleh tidak dikerjakan. Makruh adalah perbuatan yang dianjurkan untuk ditinggalkan, tetapi tidak berdosa apabila dikerjakan. Haram adalah perbuatan yang terlarang untuk dikerjakan.
Daftar Pustaka.
1. Mughniyah, Muhammad Jawad. Fiqih 5 mazhab, Muhammad Jawad Mughniyah. Penerbit Lentera Jakarta, 2007)
2. Asy-Syinawi, Abdul Aziz. Biografi Empat Mazhab. Penerbit Beirut Publishing. Ummul Qura. Jakarta, 2013. 
3. Rasjid, Sulaiman. Fikih Islam (Hukum Fikih Lengkap).  Penerbit Sinar Baru Algensindo. Cetakan ke-80, Bandung. 2017.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online