ARTINYA HISAB HAKIKI WUJUDUL HILAL
Oleh Drs. HM Yusron Hadi, MM
Dasar penggunaan
ilmu hisab.
Al-Quran
surah Ar-Rahman (surah ke-55) ayat 5.
الشَّمْسُ وَالْقَمَرُ
بِحُسْبَانٍ
Matahari dan bulan (beredar)
menurut perhitungan.
Al-Quran
surah Yunus (surah ke-10) ayat 5.
هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ
ضِيَاءً وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ
وَالْحِسَابَ ۚ مَا خَلَقَ اللَّهُ ذَٰلِكَ إِلَّا بِالْحَقِّ ۚ يُفَصِّلُ
الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
Dia yang menjadikan matahari
bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah (tempat-tempat) bagi
perjalanan bulan, agar kamu mengetahui bilangan tahun
dan perhitungan (waktu). Allah
tidak menciptakan yang demikian melainkan dengan hak. Dia menjelaskan
tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang yang mengetahui.
Hadis riwayat
Bukhari Muslim.
Rasulullah
bersabda,
“Jika kamu melihat hilal, maka berpuasalah.
Dan jika kamu melihatnya beridulfitrilah!
Jika bulan terhalang awan.
Maka perkirakan.”
Pada zaman Nabi dan para sahabat.
Tidak memakai ilmu hisab.
Untuk menentukan masuknya bulan baru Kamariah.
Tapi memakai rukyat.
Perintah dan praktik Nabi melakukan rukyat.
Disertai ‘illat.
Atau kausa hukum.
Karena umat pada zaman itu.
Masih ummi.
Ummi
artinya belum menguasai baca tulis dan astronomi.
Sehingga
tidak mungkin menentukan awal bulan.
Dengan
ilmu hisab.
Seperti
isyarat dalam Al-Quran.
Cara
yang dilakukan pada zaman itu.
Yaitu melihat
hilal bulan.
Dengan
pandangan mata langsung.
Saat ‘illat
sudah tidak ada.
Hukumnya
tidak berlaku lagi.
Saat tulis
baca berkembang.
Dan ilmu
astronomi sudah maju.
Maka tak
perlu rukyat lagi.
Dan rukyat
tidak berlaku lagi.
Bahwa
misi al-Quran.
Untuk
mencerdaskan umat manusia.
Atas
dasar itu.
Sebagian
ulama kontemporer menegaskan.
Bahwa
pada pokoknya penetapan awal bulan.
Dengan
memakai ilmu hisab.
Muhammadiyah
memakai:
Hisab
hakiki wujudul hilal.
Artinya
penanggalan berdasar gerak bulan sebenarnya.
Wujudul
hilal.
Artinya
keberadaan bulan di atas ufuk.
Saat
matahari terbenam.
Setelah
terjadinya konjungsi.
Ada 3
kriteria hisab hakiki wujudul hilal, yaitu:
1. Telah terjadi ijtimak (konjungsi).
Yaitu tercapainya 1 putaran sinodis bulan
mengelilingi bumi.
2. Ijtimak terjadi sebelum matahari
terbenam.
3. Saat matahari terbenam.
Bulan berada di atas ufuk.
Alasan astronominya,
yaitu:
1. Rukyat tidak dapat dijadikan
landasan untuk membuat kalender.
Karena dengan rukyat.
Awal bulan baru diketahui pada H-1.
2. Rukyat tidak bisa prediksi
tanggal jauh ke depan.
Sehingga tidak bisa membuat jadwal waktu.
3. Rukyat tidak bisa menyatukan
tanggal di seluruh dunia.
Karena rukyat terbatas jangkauannya.
4. Rukyat hanya bisa dipedomani pada
kawasan normal.
Yaitu kawasan di bawah garis 60º LU dan di atas garis
60º LS.
Kawasan
di luarnya tidak normal.
Karena
munculnya bulan terlambat.
Di
kawasan Lingkaran Artika dan Lingkaran Antartika.
Pada
musim dingin.
Yang
bisa dilihat.
Hanya
bulan purnama.
Dan bulan
cembung.
Bulan
sabit berada di bawah ufuk selama musim dingin.
Rukyat
membelah muka bumi menjadi 2 bagian, yaitu:
1. Kawasan bisa merukyat.
2. Kawasan pada sore yang sama tidak
bisa merukyat.
Maka terjadi perbedaan masuk bulan baru.
Kawasan
sudah bisa merukyat hilal.
Masuk bulan
baru pada malam itu.
Dan
esok harinya.
Tapi kawasan
tidak bisa melihat hilal pada sore itu.
Masuk
bulan baru tertinggal 1 hari.
Yaitu lusa.
Rukyat
membelah muka bumi.
Sehingga
mustahil menyatukan awal bulan Kamariah.
Rukyat
akan memaksa umat Islam di dunia.
Untuk berpuasa
Arafah.
Pada
hari berbeda.
Dengan
hari wukuf di Arafah, Mekah.
Secara
nyata.
Di
Indonesia.
Tinggi
2 derajat dianggap telah dapat dirukyat.
Tidak
sesuai kriteria internasional.
Rukyat
tidak dapat menyatukan kalender Islam.
Untuk seluruh
dunia.
Dan
memaksa masuk bulan Kamariah baru.
Pada
hari berbeda.
Sehingga
timbul soal puasa Arafah.
Maka tidak
ada pilihan lain.
Harus memakai
ilmu hisab.
Karena
rukyat global secara fikliah adalah mustahil.
Dalam
kitab fikih.
Banyak
ulama membenarkan rukyat global.
Yaitu rukyat
di suatu tempat.
Berlaku
untuk seluruh dunia.
Para ulama
ijtihad.
Saat ilmu
astronomi belum maju.
Bahkan
banyak di antara ulama.
Tidak paham
dasar astronomi.
(Sumber suara.muhammadiyah)
0 comments:
Post a Comment